Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sebaik-baik Momong

1 Oktober 2016   13:59 Diperbarui: 1 Oktober 2016   14:14 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Rum: 30)

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Dalam hal ini, fitrah memiliki makna keadaan yang suci atau tidak memiliki dosa apapun. Seseorang yang kembali kepada fitrahnya, mempunyai makna ia mencari kesucian dan keyakinannya yang asli, sebagaimana pada saat ia dilahirkan. Ayat di atas berisi tentang penciptaan manusia berdasarkan fitrahnya dan perintah Allah agar manusia tetap menjaga fitrah tersebut. Kemudian ayat ini dijelaskan lebih lanjut dalam Hadist Rasulullah SAW yang berbunyi : “Setiap anak dilahirkan menurut fitrahnya, maka hanya kedua orangtuanya lah yang akan menjadikannya seorang Yahudi, seorang Nasrani, atau seorang Majusi” (HR Bukhari).

Hadist Rasulullah SAW tersebut menjelaskan peranan orangtua yang sangat penting, di mana segala perlakuan orangtua terhadap anaknya memiliki risiko yang dapat menyesatkan sang anak dari fitrahnya. Allah SWT memberi peringatan kepada para orangtua agar mendidik dan mengasuh anak dengan baik sehingga tidak melenceng dari fitrahnya. Pengasuhan yang benar adalah yang sesuai dengan fitrah sang anak, yang menjaga fitrah anak sehingga tetap lurus seperti ketika mereka dilahirkan.

Setiap orang tua tentunya memiliki karakteristik dan cara masing-masing dalam melakukan pengasuhan. Pada prinsipnya, pola pengasuhan anak wajib hukumnya untuk dibedakan satu sama lain walaupun berada dalam satu garis keturunan. Meski menjadi pewaris genetik dari keturunan sebelumnya, bisa jadi beberapa gen yang dibawa bersifat dominan atau resesif. Maka tidak heran ketika kita menemui kakak beradik (bahkan anak kembar) yang perilakunya bertolak belakang. Untuk itu, orangtua sebagai agen pertama dan utama pendidik anak harus jeli dalam menentukan pola pengasuhan terbaik. 

Pola pengasuhan dapat dikatakan baik ketika anak mencapai ke-optimal-an pertumbuhan dan perkembangannya dalam aspek motorik, kognitif, linguistik, dan aspek-aspek lainnya. Ukuran baik tidaknya pola pengasuhan dilihat dari proses saat menjalaninya. Dan hal tersebut tidak dapat ditinjau secara teoritis, sebab teori hanya dapat dijadikan sebagai acuan saja. Namun beberapa ahli anak usia dini mengemukakan, ada 5 konsep yang penting dan harus diperhatikan dalam menentukan pola pengasuhan anak, yakni :

Preventing (Pencegahan)

Preventing adalah pencegahan terhadap perilaku-perilaku yang berisiko atau perilaku-perilaku bermasalah sebelum perilaku tersebut muncul atau dilakukan anak. Pencegahan yang baik tidak dilakukan dengan mengucapkan kata ‘jangan’ atau ‘berhenti’. Karena justru tanpa kita sadari, kata tersebut malah memperbesar rasa keingintahuan anak sehingga yang dilakukan malah sebaliknya. Lebih baik, gunakan kata-kata pengganti yang bermakna larangan tanpa memasukkan kata ‘jangan’ atau ‘berhenti’. Misalnya, ketika akan mengingatkan anak ‘jangan berlari’, bisa diganti dengan ‘lebih baik jalan saja supaya tidak capek’ dan sebagainya.

Yang harus diperhatikan dalam melakukan preventing ialah tentukan batasan-batasan anak dan perkuat batasan-batasan tersebut secara konsisten. Yakinkan bahwa batasan-batasan tersebut dapat dimengerti secara secara jelas. Jika anak melanggarnya, komunikasikan pada anak-anak dan berilah konsekuensi yang telah disepakati sebelumnya.

Monitoring (Pemantauan)

Orangtua harus melakukan pemantauan dalam setiap kegiatan anak di manapun berada. Sebagai agen monitoring, orangtua harus memberi perhatian penuh terhadap anak-anak dan lingkungan sekitarnya. Monitoring bukan berarti harus melihat seluruh kegiatan anak selama 24 penuh, akan tetapi dapat dilakukan secara jarak jauh. Ketika anak di sekolah, guru dapat menggantikan peran orangtua dalam monitoring. 

Mentoring (Pengajaran)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun