Bagi masyarakat yang hidup di tanah Jawa, istilah momong tidak asing lagi untuk didengar, terutama bagi orangtua yang telah memiliki anak. Secara lughowi, momong (atau biasa juga dikenal dengan kata among atau ngemong) berasal bahasa Jawa ke-timur-an yang artinya mengasuh. Di masa kini, masyarakat luas mengenal istilah momong dengan kata parenting. Parenting sendiri berasal dari bahasa Inggris “parents” yang artinya orangtua.
Sedangkan secara umum, parenting dapat diartikan suatu “teknik” tentang bagaimana pola mengasuh, mendidik, dan membesarkan anak dengan baik dan benar, dengan harapan tumbuh kembang sang buah hati dapat sesuai dengan harapan. Jika seseorang ingin menjadi dokter, pilot, perawat, dan profesi lainnya dapat dicapai dengan cara meniti sekolah sesuai dengan bidang yang diinginkan, maka untuk menjadi orangtua yang baik masih belum ada sekolahnya, apalagi sarjananya. Namun bukan berarti menjadi orangtua yang baik tidak dapat dipelajari. Untuk itulah “ilmu momong” itu ada.
Di era sekarang, seminar-seminar yang berkaitan dengan momong sudah menjadi tren di masyarakat. Para orangtua berbondong-bondong menghadirinya dengan harapan setelah keluar dari seminar tersebut, mereka dapat menjadi orangtua yang “mendadak sempurna”. Padahal kita semua tahu dan menyadarinya, bahwa momong itu tidaklah mudah. Karena setiap anak terlahir dengan karakteristik yang berbeda-beda meskipun masih dalam satu garis keturunan.
Dengan keunikan dan kemampuan yang bermacam-macam, maka setiap anak akan berbeda pola pengasuhannya. Contohnya, anak yang pendiam tidak bisa diasuh dengan cara yang sama dengan mengasuh anak hiperaktif, dan sebaliknya. Oleh karena itu, beberapa poin di bawah ini adalah sedikit penjelasan dari fakta-fakta kecil terkait dengan momong yang dekat sekali dengan masyarakat namun sering ‘dilupakan’ :
1. “Momong” adalah sebuah proses
Menjadi seorang “agen momong” yang profesional tidak dapat dicapai secara instan. Ya, tidak serta merta dengan mengikuti seminar parenting dan mengeluarkan banyak uang lantas orang tua tersebut dapat dikatakan sukses dalam mendidik anak. Nyatanya, belum tentu seratus persen materi-materi seminar parenting sesuai dengan praktek di lapangan. Momong adalah sebuah proses yang harus dilakukan secara bertahap (step by step), butuh waktu yang lama, dan memerlukan feedback atau timbal balik dari yang diasuh.
Bahkan hingga saat ini, belum ada tolak ukur yang pasti tentang keberhasilan “agen momong” itu sendiri. Apakah dengan memiliki anak yang berprestasi dalam berbagai bidang maka dapat dikatakan pengasuhannya berhasil? Bagaimana jika ternyata perilaku anak tersebut tidak baik kepada orang yang lebih tua misalnya? Maka, sebagai “agen momong” yang baik, jadikan proses momong tersebut sebagai pembelajaran dan seminar seumur hidup bagi diri sendiri.
2. Momong bukan hanya sekedar ilmu, tetapi juga seni
Dalam pelaksanaannya, kegiatan momong tidak dapat diaplikasikan secara teoritis dan sistematis. Materi-materi kepengasuhan yang didapat dari berbagai macam seminar, buku, dan sumber lainnya tidak dapat diterapkan tanpa adanya kemampuan dan keterampilan dalam mengasuh. Maka, ilmu mengasuh dan seni mengasuh adalah 2 hal yang tidak dapat dipisahkan. Gambarannya, ketika kita mengasuh anak berkebutuhan khusus (ABK), yang kita perlukan tidak hanya ilmu kepengasuhan khusus bagi ABK, namun juga perlu seni komunikasi dan interaksi kepada ABK. Jadi tanpa adanya seni mengasuh anak, ilmu mengasuh tidak dapat diterapkan secara optimal, begitupula sebaliknya.
3. Momong adalah profesi yang minim “kesejahteraan”
Ya, momong adalah pekerjaan yang sebenarnya tidak menggiurkan. Sudah kerjanya 24 jam setiap hari, tidak mendapat gaji sepeserpun (pengecualian bagi baby sitter dan semacamnya), bahkan resiko ditanggung sendiri namun semua hasil dilepas. Namun yang mengherankan, mengapa hampir setiap manusia memiliki hasrat untuk memiliki momongan?