Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Inilah 9 Permintaan Anak yang Tak Pernah Tersampaikan

4 Maret 2017   14:05 Diperbarui: 4 Maret 2017   14:28 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Anak : anugerah bernama amanah” -Ahimsa Azaleav (2017)

Ketika membaca kutipan di atas dalam novel “Cinta yang Baru”, rasanya merinding. Manusia mungil nan polos yang disebut a-n-a-k itu ternyata memerlukan tanggungjawab yang besar. Ya, meski demikian, memiliki momongan adalah hal yang dirindukan bagi setiap rumah tangga. Sebagaimana kutipan tersebut, anak merupakan titipan berharga dari Tuhan yang harus dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut dimulai sejak dalam kandungan hingga dewasa dan menjadi sangat urgen ketika anak menginjak masa usia dini.

Anak usia dini dengan segala tingkah laku yang abstrak dan lugu seringkali membuat orangtua menjadi gemas. Hal tersebut lumrah, mengingat anak belum bisa mengungkapkan dengan gamblang atas apa yang mereka maksud. Selain itu, seluruh aspek perkembangannya belum matang, sehingga orangtua harus peka terhadap kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan tumbuh kembangnya.

Oleh sebab itu, penting bagi orangtua untuk memahami keluh kesah, kemauan, dan harapan anak. Bukan bermaksud memanjakan, namun hal itu semata-mata demi kebaikan hidupnya. Dan lagi, bukankah anak adalah ladang pahala? Maka dengan belajar mengerti keadaan buah hati akan sangat memberi manfaat bagi orangtuanya. Untuk itu langsung saja, inilah 9 permintaan anak yang tak pernah terucap, namun selalu mereka harapkan dengan penuh kecemasan :

1. “Jangan marahi aku di depan orang banyak!”

Tak ada satu pun manusia di dunia ini yang ingin dipermalukan di depan orang banyak. Bahkan orang dewasa yang telah mengalami konstruksi otak secara sempurna pun dapat menampakkan reaksi emotif ketika dipermalukan. Apalagi anak usia dini yang mana perkembangan emosinya belum utuh. Ketahuilah bahwa mereka hanya butuh bimbingan dan kasih sayang yang baik dari orangtua, bukan aksi marah yang diumbar saat mereka sedang berada di tempat umum. Terlebih lagi saat mereka sedang bermain dengan teman-temannya. Memarahi anak hanya akan membuat mereka sangat malu dan tertekan. Selain itu, hal tersebut berpotensi terjadinya bullying yang dilakukan oleh teman bermainnya. Sebaiknya orangtua memarahi anak dengan cara menasehatinya secara face-to-face. Tentunya bukan berupa bentakan, cacian, hinaan, dan kawan-kawannya.

2. “Biarkan aku mencobanya”

Anak usia dini memang belum mampu melakukan segala sesuatu dengan baik dan benar seperti orang dewasa, namun tak sepatutnya ketidakmampuan mereka menjadikan orangtua melarang ini-itu dengan dalih menjaga anaknya dari hal-hal yang tidak diinginkan. Di masa golden age nya, justru anak butuh untuk ber-eksplorasi tentang lingkungan di sekitarnya. Biarkan anak mengalami trial and erroruntuk melatih kemampuan refleksi diri dan menambah rasa ingin tahunya. Perlu diketahui bahwa semakin anak banyak mencoba, semakin banyak pengalaman yang didapat, maka akan semakin baik perkembangan otaknya.

3. “Aku ingin jadi diri sendiri, tolong hargailah”

Penghargaan yang baik untuk anak sangat diperlukan, karena inilah yang menjadi patokan kepribadiannya, apakah mereka akan menjadi anak yang percaya diri atau justru minder. Dan yang terpenting, jangan sampai ambisi orangtua membuat mereka tidak menjadi diri sendiri. Meskipun terkadang anak terlihat patuh ketika menuruti ambisi orangtua, bisa jadi mereka ingin melakukan perlawanan namun tak bisa mengutarakannya. Hal fatal ini akan menyebabkan anak tidak nyaman sehingga mereka akan menjadi pribadi yang tertutup dan suka melampiaskan emosinya kepada orang lain di luar rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun