Some things are up to us, some things are not up to us. -Epictetus
Buku "Filosofi Teras" karya Henry Manampiring adalah salah satu buku self-improvement yang menarik perhatian saya. Bukan karena best-seller atau banyak direkomendasikan warganet, melainkan isi dari buku tersebut rupanya membahas banyak hal yang terlihat 'sepele' namun sama sekali tidak dapat disepelekan.
Topik dalam buku tersebut ---yang baru saya sadari melekat dalam kehidupan sehari-hari salah satunya mengenai kecemasan tak berarti.Â
Manusia sebagai makhluk sosial seringkali merasa cemas ketika akan melakukan sesuatu, entah kecemasan tersebut disengaja maupun timbul secara spontan.
Kecemasan biasanya muncul akibat kegagalan atau ketidaksesuaian dalam standar masyarakat. Generasi masa kini sering menyebutnya dengan istilah anxiety (tanpa dasar diagnosa psikologis).Â
Kecemasan yang berlebihan dapat membuat seseorang kecewa, marah, hingga frustrasi akibat hasil yang tidak sesuai dengan ekspetasi.
Pertanyaan se-sederhana: kira-kira, aku cocok nggak, ya, pakai baju ini? Dia suka sama kue buatanku nggak, ya? Di masa depan, aku bakalan nikah sama siapa, dah? Tanpa kita sadari acap timbul dalam kehidupan sehari-hari. Jika dibiarkan berlarut-larut, hal tersebut akan mengikis rasa percaya diri.
Percaya diri tidak hanya soal penampilan, akan tetapi juga berkaitan dengan keberanian dalam pengambilan keputusan.Â
Seseorang yang memiliki rasa percaya diri di level tinggi biasanya akan berpikir optimis, bersikap berani, dan tegas. Mereka terkesan cuek dan bodo amat atas tanggapan orang lain.
Sebaliknya, seseorang dengan rasa percaya diri yang rendah biasanya akan pesimis, mudah panik, dan tertutup. Jika rasa itu sering diadu dengan kecemasan, maka hal tersebut dapat menimbulkan rasa rendah diri alias insecure dalam diri. Yang perlu diketahui yakni sumber perasaan itu hanyalah satu: negative thinking dan overthinking (eh, berarti dua, ding).