Perkembangan teknologi memang seringkali ditujukan untuk mempermudah aktivitas sehari-hari. Berbagai fitur di media sosial yang semakin canggih dapat dimanfaatkan siapapun untuk menjemput rezeki. Sayangnya, beberapa oknum menyalahgunakan fitur tersebut untuk hal-hal yang nyeleneh.
Fenomena peminta-minta virtual atau pengemis online agaknya meresahkan dalam beberapa waktu terakhir. Banyak orang membuat konten yang menarik perhatian sekaligus rasa simpati bagi penontonnya demi mendapat uang. Rupanya kasus tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga banyak terjadi di negara lainnya.
Dilansir dari BBC News, pada bulan Oktober 2022 lalu seorang reporter menemukan ratusan akun TikTok yang menayangkan video anak-anak dari pengungsian Suriah untuk meminta sumbangan secara daring. Hal tersebut dianggap cukup mengganggu, sebab video tersebut sering muncul tanpa dicari.
Di Indonesia, tren tersebut juga tidak kalah menyebalkan. Bahkan, dalam banyak video terdapat anak di bawah umur maupun lansia yang ‘dipaksa’ (atau, mungkin ‘terpaksa’?) untuk melakukan apapun sesuai dengan keinginan penonton. Dengan melakukan hal tersebut, mereka akan mendapat gift yang nantinya dapat dicairkan menjadi rupiah.
Contohnya, pada salah satu akun TikTok yang viral beberapa hari terakhir memperlihatkan seorang ibu yang sudah sepuh mengguyur tubuhnya dengan lumpur setiap ada yang memberikan gift berupa poin, ikon, dan sebagainya. Sang anak selaku pengelola akun tersebut menyebut bahwa hal itu hanya untuk hiburan semata. Hiburan uapane...
Sesungguhnya fenomena peminta-minta virtual ini sudah lama terjadi. Saya teringat beberapa tahun silam terdapat berita mengenai sepasang calon pengantin yang meminta sumbangan di suatu platform sedekah demi merealisasikan pernikahan impian mereka. Tidak tanggung-tanggung, mereka ingin menghimpun sebesar 200 juta rupiah.
Ada pula sepasang influencer kembar dari Indonesia yang menjual berbagai foto vulgar demi mendapatkan cuan. Belum lagi, beberapa hari lalu juga terdapat seorang artis yang meminta sumbangan secara terang-terangan melalui sosial media untuk menebus biaya pengobatan. See? Rupanya tidak hanya orang dengan taraf ekonomi di bawah rata-rata yang melakukannya.