Kurikulum Periode Orde Baru
Seiring dengan pergantian orde lama menuju orde baru, kurikulum PAUD di Indonesia turut mengalami perubahan. Pada tahun 1975, kurikulum secara umum menekankan orientasi pada tujuan, menganut pendekatan integratif, menekankan pada efisiensi dan efektivitas pembelajaran, dan dipengaruhi oleh psikologi tingkah laku. Pada tahun tersebut, kurikulum di Indonesia menganut sistem instruksional yang dikenal dengan sebutan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
Kemudian, terbitlah keputusan Mendikbud Nomor 054/U/1977 Pasal 6 yang menjelaskan bahwa pendidikan dimulai sejak Taman Kanak-kanak (TK) yang berintegrasi pada pendidikan moral Pancasila. Pada tahun yang sama, ditetapkan pula bahwa bahasa daerah menjadi bahasa pengantar pendidikan dan persiapan calistung (baca, tulis, dan hitung) wajib dilakukan sebagai bekal anak usia dini sebelum masuk ke jenjang Sekolah Dasar (SD).
Delapan tahun berlalu, kurikulum PAUD mulai disesuaikan pada bakat, minat, kebutuhan, dan kemampuan setiap individu. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat memilih berbagai macam kegiatan pembelajaran yang dapat menunjang tumbuh kembangnya. Oleh sebab itu, pada tahun 1984 kurikulum PAUD lebih menekankan pada sistem Cara Siswa Belajar Aktif (CBSA). Hingga pada tahun 1994, pemerintah pusat mengesahkan keputusan Mendikbud RI Nomor 0486/ZU/1992 yang membahas kurikulum PAUD lebih spesifik dari tahun-tahun sebelumnya.
Implementasi pembelajaran pada masa sebelum reformasi tersebut mulai menekankan pada sistem tema dan subtema yang akan dikembangkan lebih lanjut oleh masing-masing lembaga pelaksana pendidikan. Adapun penentuan tema pembelajaran wajib disesuaikan dengan lingkungan atau kondisi terdekat bagi siswa.
Kurikulum Pasca Reformasi Hingga Kini
Pada tahun 2004, kurikulum PAUD di Indonesia dikenal dengan istilah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Jika kurikulum pada tahun 1994 masih menggunakan sistem caturwulan, maka pada kurikulum 2004 ini sudah menggunakan sistem semester. Di samping itu, KBK menuntut siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran demi mencapai tumbuh kembang yang optimal. Pada dasarnya, guru tidak hanya bertugas sebagai fasilitator pembelajaran, akan tetapi juga sebagai motivator bagi siswa.
Beberapa tahun kemudian, pemerintah menetapkan Standar Nasional PAUD Nomor 58 Tahun 2010. Standar Nasional PAUD ini memuat tentang 3 aspek perkembangan individu sejak lahir hingga usia 6 tahun yakni aspek fisik-motorik, sosioemosional, dan kognitif. Pengembangan kurikulum pada tahun tersebut disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang mana pembelajaran di dalamnya mulai menggunakan pendekatan tematik.
Habis KTSP, terbitlah Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 ini memiliki tiga aspek utama dalam mengevaluasi siswa, yakni aspek pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan perilaku. Dalam kurikulum 2013, rancangan pembelajaran bagi anak usia dini didasarkan pada Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA), Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Indikator Capaian Perkembangan (ICP), dan berbagai program pembelajaran yang terdiri dari program tahunan, semester, mingguan, hingga harian (iya, kurikulum yang-menurut-kebanyakan-guru-terlalu-administratif-ituh~).
Di tengah peralihan Kurikulum 2013 menuju Kurikulum Merdeka (kurikulum terbaru hingga tulisan ini terbit), pemerintah menerbitkan Keputusan Kemendibud RI Nomor 719/P/2020 mengenai Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. Kurikulum yang berlaku pada masa itu disebut dengan Kurikulum Darurat akibat adanya pandemi Covid-19.
Kurikulum Darurat merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional yang sedang berjalan, dalam artian pemerintah melakukan pengurangan kompetensi dasar pada beberapa mata pelajaran sehingga siswa dapat fokus pada kompetensi esensial dan prasyarat bagi pembelajaran lanjutan di jenjang berikutnya. Kemendikbud juga turut menyediakan berbagai modul pembelajaran yang diharapkan dapat membantu guru maupun siswa untuk belajar secara sinkronus maupun asinkronus.