Sore ini (19/9), aula Gedung Ir. Soekarno di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dipenuhi oleh para pemuda dari berbagai kampus. Meski hujan perdana cukup deras mengguyur Kota Malang, suasana di dalam aula lantai 5 itu tidak kalah meriah dan "petjah". Rupanya, acara Diskusi Musikal Anti Korupsi dengan narasumber utama penasihat KPK, Budi Santoso, sedang berlangsung dengan dinamis.
Acara ini merupakan salah satu rangkaian acara dari Jawa-Bali Tour 2018 yang diselenggarakan oleh perkumpulan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) dan bekerja sama dengan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. BHACA merupakan ajang penghargaan bagi masyarakat Indonesia yang dikenal bersih dari praktik korupsi, tidak menyalahgunakan kekuasaan, dan berperan aktif dalam memberantas kecurangan di sekitarnya. Adapun beberapa tokoh masyhur yang pernah mendapat penghargaan ini ialah Joko Widodo, Basuki Tjahja Purnama, Sri Mulyani, dan masih banyak lagi.
Tidak hanya paparan materi seperti seminar pada umumnya, acara ini juga berisi Deklarasi Anti-Korupsi yang dibacakan langsung oleh M. Naufal, presiden mahasiswa UIN Malang, di hadapan rektor beserta jajarannya, rombongan dari KPK, tamu undangan, berbagai media massa, dan ratusan audiens yang berjumlah hampir 600 peserta.
Jujur, sederhana, dan tanggungjawab. Begitulah prinsip hidup mantan wakil presiden RI pertama ini. Pada tahun 1952, suatu ketika Bung Karno menawarkan pesawat milik negara untuk ditumpangi Bung Hatta dan keluarganya ketika akan berangkat ibadah haji. Namun apa yang terjadi? Beliau menolak tawaran tersebut dan memilih menggunakan alat transportasi umum seperti masyarakat lainnya.Â
Dari kisah ini, kita dapat meneladani sikap luhur beliau dalam membedakan urusan pribadi dan negara. Namun, yang terjadi sekarang malah banyak mobil plat merah terparkir di taman hiburan :)
Kemudian diceritakan pula oleh salah satu personil Sister in Danger, bahwasannya Bung Hatta pernah menginginkan sepatu merk Belly dari Italia namun tidak memiliki cukup uang untuk membelinya.Â
Pada akhirnya, beliau memutuskan untuk menabung. Coba bayangkan, bagaimana rendahnya kesejahteraan wakil rakyat pada zaman dahulu. Untuk membeli sepatu saja, beliau harus menunggu dengan sabar. Meski demikian, tak ada niatan sedikitpun untuk mengambil uang rakyat meski ada banyak kesempatan untuk melakukannya.
Namun sayang sekali, beliau meninggal sebelum keinginan tersebut tercapai. Hal ini baru diketahui oleh pihak keluarga ketika membersihkan meja kerja beliau setelah kepergiannya. Mereka menemukan potongan iklan sepatu tersebut yang disimpan rapi dalam laci. Betapa sederhananya beliau, kontradiktif sekali dengan gaya hidup orang-orang yang katanya pelayan masyarakat di jaman now.
Kemudian pada tahun 1970, suatu hari beliau menerima tagihan listrik dan air yang tak kunjung dibayar karena memang pada saat itu sedang tidak ada uang. Lalu beliau pergi ke kantor urusan tersebut. Bukan untuk meminta digratiskan karena jabatannya, melainkan beliau meminta untuk jatuh tempo pembayaran diperpanjang sedikit lagi.Â
Ali Sadikin yang pada saat itu menjabat sebagai kepala daerah langsung terenyuh mendengar kisah sosok wakil presiden yang begitu humble dalam kehidupan sehari-harinya. Atas peristiwa tersebut, Bung Hatta dinobatkan sebagai warga kehormatan DKI Jakarta pada saat itu.