Mohon tunggu...
Afif Auliya Nurani
Afif Auliya Nurani Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Semakin kita merasa harus bisa, kita harus semakin bisa merasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Menyembelih" Perasaan, Sebuah Upaya Memerdekakan Hati

26 Agustus 2018   00:21 Diperbarui: 26 Agustus 2018   01:02 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Setelah hari kemerdekaan kemudian hari raya Idul Adha. Ibarat habis diperjuangin terus dikorbankan :')" kata salah satu netizen jaman now yang sulit dicari muasalnya.

Setelah membaca status tersebut di timeline Twitter, saya jadi tergelitik untuk membahas kalimat terakhirnya. Habis diperjuangin terus dikorbankan. Hmmm... I'm sure you know what I'm thinking about. Apalagi jika kalian adalah perempuan-menuju-dewasa-dengan-segala-kelabilannya seperti saya.

Di usia 20an ini, acap kali saya mendengar keluh kesah tentang patah hati dan segala macam unek-uneknya dari teman sejawat. Mulai dari gebetannya yang nggak peka, hadirnya orang ketiga, tidak direstui oleh keluarga, dibaperin tapi tak kunjung dilamar, hingga ditinggal menikah oleh sang pujaan hati. Tentu kita semua pernah merasakan salah satunya atau lebih, bukan?

Oh, come on. Jangan pasang muka sedih itu lagi. Semua sudah berlalu, sis, dan kamu JUGA berhak bahagia.

Yeee... lu pikir melupakan do'i semudah makan tempe pakai kecap?!

Siapa bilang itu mudah? Nyatanya suliiit sekali. Bangun tidur ingat dia, mau makan ingat pernah disuapin, nonton bioskop ingat pernah dibayarin, lihat HP ingat pernah video call berjam-jam... arrrgh, semuanya serba dia, dia, dan diaaa. Padahal dulu sebelum mengenalnya, hidupmu bisa baik-baik saja, kan? Menyebalkan memang.

Itulah mengapa (saya rasa) ulasan ini penting bagi masyarakat Indonesia yang gagal move on. Bahwasannya memerdekakan hati ialah hak segala bangsa. Maka di bulan kemerdekaan ini, marilah kita meneladani semangat perjuangan para pahlawan yang telah merelakan keluarga, waktu, dan tenaga untuk membebaskan negeri ini dari penjajah juhut yang tak bertanggungjawab ituhhh...

Kemudian daripada itu, momentum idul Adha dengan kisah Nabi Ibrahim yang masyhur juga dapat kamu pelajari agar menambah spirit dalam berjuang menuju hidup yang lebih baik setelah patah hati. Kalau kata anak jaman now sih namanya positive vibes gitu...

Nabi Ibrahim dengan segala kerelaan dan keridhoannya atas perintah Allah untuk menyembelih anaknya tetiba mendapat kejutan yang luar biasa. Putra kesayangannya, Nabi Ismail, tak jadi disembelih. From this history we all know that: kesedihan yang luar biasa akan berganti menjadi kebahagiaan.

Asalkan kamu rela. Itu kuncinya.

Kisah kerelaan para pejuang yang meninggalkan keluarga dan Nabi Ibrahim yang akan menyembelih anak tercinta bisa menjadi cambuk bagi kita bahwa luka hati atas ditinggal yang belum pasti itu belum seberapa dibandingkan dengan apa yang telah mereka alami.

Selain itu, kita juga bisa mengambil hikmah bahwa melepaskan sesuatu demi kebaikan itu perlu. Meskipun ada air mata kesedihan yang harus dibayar dan luka akan tetap menuai bekas, percayalah semua akan indah pada waktunya. Yang penting sabar. 

Kesedihan dan kebahagiaan itu satu paket yang akan terus kamu terima sepanjang hayat. So, get up and face everything! Jangan takut untuk "menyembelih" semua perasaan yang menganggu ketentraman hatimu. Potonglah ia kecil-kecil, olah sebaik mungkin dengan bumbu-bumbu hikmah, dan... voila! Jadilah hidangan hidup yang lezat.

The last but not least, saya juga menemukan kalimat menarik yang sangat empowering bagi kaum gagal move on di manapun berada. Jika kamu salah satu dari mereka, coba untuk tarik nafas dalam-dalam dan katakan ini dengan lantang:

"Hai, masa lalu.

Sungguh, terima kasih karena sudah melukaiku. Sekarang aku jauh lebih kuat dari yang dulu.

Ketahuilah, aku sudah tidak takut kehilanganmu lagi.

Tapi aku lebih takut kehilangan diriku sendiri."

Sekian dan salam merdeka! Merdekaaaaah!!

Malang, 26 Agustus 2018

Masih nuansa Idul Adha, mari menyembelih perasaan bersama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun