Ibu adalah orang yang paling berjasa dalam hidupku. Yang paling mengerti dan selalu tahu masa-masa sulitku.. tidak ada yang lebih besar dari kasih sayangnya. Tidak ada yang lebih berharga daripada pengorbanannya. Tentu ayah juga berperan penting dalam kehidupanku. Dengan semangat dan kerja kerasnya mencari uang demi mencukupi kebutuhan keluarga. Aku tidak menyesal dilahirkan di keluarga dengan penghasilan rendah. Aku justru bersyukur masih bisa merasakan kebersamaan dan hidup bahagia karena ayah, ibu, dan kakak-kakakkumasih menyayangiku. Dari pada mereka yang hartanya melimpah tapi tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua. Tidak ada yang istimewa dalam kehidupan yang kujalani selama ini, tapi menurutku banyak hal kecil luput dari pandanganku mengenai ibu. Sejak SMP aku dibantu dengan biaya BSM di sakolah. Tapi hanya dikelas satu dan dua, kelas tiganya entah kenapa BSM itu dicabut. Akhirnya orang tuaku harus membanting tulang membiayai sekolah negeri yang tidak murah itu. Semasa SMP ibu selalu memperhatikan kebutuhan sekolahku. Mulai dari alat tulis, tugas-tugas sekolah, perlengkapan dan lain-lain. Untungnya kakakku yang ketiga memiliki pekerjaan paruh waktu disabuah warnet dekat sekolah. Jika pagi hari kakak yang menjaga warnet, lalu aku akan menggantikannya di siang hari ketika ia sekolah. Dari kerja part time itu aku mendapatuang untuk membeli alat tulis dan jajan, aku pun bisa mengerjakan tugas sambil mencari di internet tanpa membayar di komputer server. Sekarang, setelah aku mondok. Tidak bisa lagi bekerja part time dan membantu meringankan beban, sepenuhnya ditanggung orang tua.rasanya tidak rela karena harus meninggalkan kebiasaan lama yang setiap harinya kujalani. Sebelum berangkat mondok ibu memberiku banyak nasehat. Ia juga telah memperhitungkan semua kebutuhanku di pondok nantinya. Dari uang jajan, untuk membeli alat tulis,sabun hingga keperluan wanita. Sampai-sampai aku mersa bersalah karena sering sekali membangkang perintah ibu, sedangkan beliau sangat memperhatikanku. Setelah mondok ibu bahkan lebih perhatian padaku. Aku ingat benar setelah kegiatan study tour ke Malang dan Tebuireng,Jombang aku sakit batuk sampai suaraku habis. Sepupuku memberi tahunya, kemudian esoknya ibu langsung ke pondok. “Kamu sakit apa?” tanya beliau saat itu. “Cuma batuk pilek kok bu,” jawabku. “Kemarin Ayu telfon, katanya kamu sakit panas. Ini ibu bawakan obat,” ibu menyodorkan kontong kresek hitam yang berisi obat dan beberapa snack juga sakotak bubur. Padahal satu minggu sebelumnya sudah ke pondok karena aku minta dibawakan jaket dan uang saku untuk study tour. Begitu mendengar aku sakit, beliau langsung datang. Aku terharu, begitu besar kasih sayang dari ibu untukku. Dilain waktu saat ibu mengujungiku setelah cukup lama tidak ke pondok, beliau bilang banyak petani yang tanaman padinya dimakan hama tikus sehingga gagal panen, termasuk ayahku yang menyebabkan tidak mengirimiku uang karena harus membeli beras yang sekarang sudah mahal. Padahal sebelumnya ibu bilang ayah menanam padi sendirian saja di sawah. Bayangkan, setelah bekerja keras menanam padi yang tidak mungkin diselesiakan dalam sehari oleh seorang saja. Kerja keras itu tidak membuahkan hasil lantaran gagal panen. Betapa rasa kecewa memenuhi hati kecil ini. Aku hanya menunduk. Mendengar penjelasan ibu membuat buli-bulir air keluar dari sudut mata, tapi buru-buru aku menghapusnya sebelum ibu menyadari. Keadaan memang sedikit banyak membuatku sesak dalam menghadapi kehidupan yang berliku. Tapi aku juga berusaha menerima apa adanya. Tidak ada gunanya memaksa orang tua untuk menuruti keinginan yang tak pernal puas ini kalau melihat kondisi tidak mencukupi. Setelah mondok hubunganku dengan orang tua menjadi lebih baik. Setiap sore di rumah, aku dan ibu sering duduk di teras mendengar ceritaku tentang pengalaman di pondok. Aku juga belajar mengerti bahwa tubuh itu tidak muda lagi, rapuh dan lelah. Sebagai perubahan, aku mencoba bangun pagi ketika libur di rumah. Melakukan pekerjaan yang setidaknya bisa membantu, entah itu mencuci piring, menyapu atau membantu memasak. Itu sama sekali tidak sebanding dengan perjuangan ayanh dan ibu untukku. Jika Tuhan kan mengabulkan doaku Kuingin tuk bahagiakan orang tuaku Beri mereka tempat disisi-Mu Kuatkan diri mereka dalam menghadapi segala cobaan Dan ringankanlah beban di hati mereka Tak ada yang lebih mulia dari pengorbanan mereka Ku berdoa selalu tuk mereka Oleh : Nur Afifi Agustin 21 Maret 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H