Bel pulang sekolah berbunyi. Rara dan teman-temannya langsung berlari menuju hutan terlarang. Rasa penasaran mereka mengalahkan rasa takut.
"Kita harus hati-hati," kata Tika, "Pak Ali benar, hutan ini memang menyeramkan."
"Tenang, Tika. Kita berlima, kita kuat!" jawab Dito, si penjelajah yang paling berani.
Mereka memasuki hutan. Pohon-pohon tinggi menjulang, menghalangi sinar matahari. Udara terasa dingin dan lembap. Suara burung dan serangga bergema di antara pepohonan.
"Lihat! Jejak kaki itu masih ada!" seru Maya, si pengamat yang paling teliti. Mereka mengikuti jejak kaki itu, yang semakin dalam ke dalam hutan.
"Jejak kaki ini seperti jejak kaki manusia," kata Beni, si pendiam yang paling pendiam. "Tapi, kenapa jejak kakinya hanya satu?"
"Mungkin orangnya berjalan dengan kaki satu?" jawab Dito, si penjelajah yang paling berani.
"Atau, mungkin dia membawa sesuatu yang berat?" tebak Rara.
Mereka terus berjalan. Hutan semakin gelap dan sunyi. Tiba-tiba, mereka menemukan sebuah gua.
"Gua ini aneh," kata Tika. "Gua ini seperti tersembunyi."
"Kita harus masuk," kata Dito, si penjelajah yang paling berani. "Mungkin di dalam gua ini ada petunjuk tentang orang yang hilang."
"Tapi, aku takut," bisik Maya, si pendiam yang paling pendiam.
"Tenang, Maya. Kita akan bersama," kata Rara, si ketua kelompok yang selalu bersemangat.
Mereka masuk ke dalam gua. Udara di dalam gua terasa dingin dan lembap. Bau tanah dan batu memenuhi hidung mereka. Mereka berjalan semakin dalam ke dalam gua.
"Lihat! Ada cahaya di sana!" seru Beni, si pendiam yang paling pendiam.
Mereka berjalan menuju cahaya itu. Semakin dekat mereka, semakin jelas cahaya itu. Cahaya itu berasal dari sebuah ruangan kecil di dalam gua.
"Ruangan ini... seperti sebuah tempat persembunyian," kata Tika. "Dan, lihat! Ada sesuatu di sana!"
Di tengah ruangan itu, terdapat sebuah meja kecil. Di atas meja itu, terdapat sebuah buku tua dan sebuah kaleng berisi makanan.
"Buku ini... mungkin buku harian orang yang hilang," kata Rara. "Kita harus membacanya."
Mereka membuka buku itu. Di halaman pertama, tertera sebuah tulisan: "Aku tersesat di hutan ini. Aku tidak tahu bagaimana caranya keluar. Aku takut."
"Orang ini benar-benar ketakutan," kata Maya, si pendiam yang paling pendiam.
"Kita harus menemukannya," kata Dito, si penjelajah yang paling berani. "Kita harus membantunya."
Mereka membaca buku itu dengan saksama. Mereka menemukan bahwa orang itu bernama Pak Adi, seorang penambang yang tersesat di hutan terlarang. Pak Adi menuliskan tentang pengalamannya di hutan, tentang kesulitannya mencari jalan keluar, dan tentang rasa takutnya.
"Kita harus menemukan Pak Adi," kata Rara, si ketua kelompok yang selalu bersemangat. "Kita harus membantunya keluar dari hutan ini."
Mereka berlima memutuskan untuk mencari Pak Adi. Mereka akan menggunakan petunjuk yang ada di buku harian Pak Adi untuk menemukannya.
Bersambung...
Kendal, 12/09/2024
Afid Alfian A.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H