Hening menyapa, menyapa relung jiwa yang lelah.
Lika-liku hidup, bagai tarian liar, memaksa kita berputar tanpa henti.
Emosi bergelora, bagai ombak ganas, menghantam karang hati yang rapuh.
Kita terjebak dalam pusaran ego,
Tak mampu melihat jalan keluar,
Hanya terpaku pada bayang-bayang masa lalu,
Yang terus menghantui, menjerat, dan menyiksa.
Sayangku, bisik hati,
Mari kita jeda sejenak,
Menarik napas dalam-dalam,
Menyerahkan diri pada keheningan.
Jeda dari bisingnya dunia,
Jeda dari hiruk pikuk jiwa,
Jeda dari cekikan ego yang membelenggu.
Kau tak perlu lagi membalas pesan,
Aku tak perlu lagi menyapa.
Cukup biarkan waktu berbisik,
Menyentuh hati yang lelah,
Menyembuhkan luka yang menganga.
Jeda ini bukan berarti berakhir,
Namun sebuah jeda untuk merenung,
Untuk menata kembali hati yang terluka,
Untuk menemukan kembali makna cinta yang sejati.
Kita hanya perlu menunggu,
Menunggu restu Sang Illahi,
Yang akan menuntun kita,
Menuju jalan yang benar,
Menuju pelabuhan cinta yang damai.
Jeda, sayangku,
Jeda untuk melepaskan,
Jeda untuk menemukan,
Jeda untuk mencintai dengan lebih dalam.
Kendal, 03/09/2024
Afid Alfian A.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H