Sunyi mencekam,
telinga terbungkam,
namun hati bergemuruh.
Riuh rendah batin,
membelah sunyi,
membuatnya berisik.
Terkurung,
tak berdaya,
ingin melesat,
menghilang.
Kaki meronta,
ingin berlari,
menjauh dari sini.
Jendela terbuka,
menawarkan secercah harapan,
namun terhalang dinding tak kasat mata.
Nafas tersengal,
sesak,
mencoba menerobos.
Laut memanggil,
membisikkan janji kebebasan.
Aku ingin mendekat,
menyalakan suar,
menghilang di dalamnya.
Air mata tak sempat menetes,
terhisap angin,
menghilang sebelum sempat merasakan.
Pilu terbungkam,
terpendam dalam dada.
"Tahan dulu," bisik suara tak berwujud.
"Semesta milikmu,
terbuat dari saduran rasa syukur."
Ketakutan mencengkeram,
menghentikan langkah,
menghilangkan harapan.
Tak ada pilihan,
hanya pasrah,
menyerah pada takdir.
Kendal, 04/09/2024
Afid Alfian A.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H