Mohon tunggu...
Afid Alfian Azzuhuri
Afid Alfian Azzuhuri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - seorang pelajar - penikmat sastra - suka menulis- pendengar musik berbagai genre - masih manusia

Afid Alfian A | Kendal, Jateng 🏠. | 19 Des 🎂. | Sagitarius♐. | Bocah SMA yang suka mencoba banyak hal | Tolong bantu suport blog saya dengan like, share, dan komen disetiap tulisan-tulisan saya🙏 | ........

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjelajahi Misteri Candi Keling

14 Agustus 2024   11:41 Diperbarui: 16 Agustus 2024   07:54 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.wallpaperflare.com

Mentari sore menyinari lembah hijau di kaki Gunung Merapi. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah basah dan daun kering. Di sebuah desa kecil bernama Karanganyar, lima mahasiswa Universitas Gunung Merapi tengah asyik meneliti Candi Keling, sebuah situs sejarah yang terbengkalai.
 
“Kalian lihat, relief ini menggambarkan apa?” tanya Rian, ketua kelompok KKN, sambil menunjuk relief yang terukir di dinding candi.
 
“Sepertinya menggambarkan ritual keagamaan,” jawab Dinda, mahasiswi jurusan Arkeologi, matanya berbinar mengamati detail relief. “Ada simbol-simbol yang mirip dengan ritual di masa kerajaan Majapahit.”
 
“Tapi ada yang aneh,” timpal Budi, mahasiswa jurusan Sejarah, “relief ini lebih detail dan rumit daripada yang ada di candi-candi Majapahit lainnya. Dan simbol ini, aku belum pernah melihatnya sebelumnya.”
 
Rian mengangguk setuju. Rasa penasaran mereka semakin memuncak. Mereka pun memutuskan untuk menjelajahi candi lebih dalam.
 
“Lihat, ada lorong kecil di balik relief ini,” seru Dinda, menunjuk ke celah sempit di belakang relief yang sebelumnya luput dari perhatian mereka.
 
“Mungkin ini pintu rahasia,” kata Budi, matanya berbinar. “Mungkin di balik pintu ini ada sesuatu yang penting.”
 
Tanpa pikir panjang, mereka pun masuk ke lorong sempit itu. Lorongnya gelap dan lembap, udara terasa dingin dan menusuk tulang.
 
“Kita harus hati-hati,” bisik Rian, memegang erat senternya.
 
Mereka berjalan terus, semakin dalam ke lorong. Tiba-tiba, tanah di bawah kaki mereka bergetar hebat.
 
“Ada apa ini?” teriak Dinda, ketakutan.
 
Tanpa aba-aba, cahaya senter mereka padam. Mereka terhuyung-huyung dalam kegelapan.
 
“Aaaa!” teriak Rian, merasakan tubuhnya melayang.
 
Ketika mereka membuka mata, mereka sudah berada di tempat yang berbeda. Langit biru cerah, udara terasa segar dan wangi bunga. Di sekeliling mereka, terdapat bangunan-bangunan kuno yang megah, dengan ukiran-ukiran rumit dan patung-patung yang indah.
 
“Di mana kita ini?” tanya Dinda, matanya terbelalak tak percaya.
 
“Kita sepertinya terdampar di masa lalu,” jawab Budi, mengamati sekeliling dengan penuh kekaguman.
 
Mereka pun menyadari bahwa mereka telah terjebak di dunia lain, dunia saat zaman pembuatan Candi Keling. Dunia yang penuh misteri dan bahaya.
 
“Kita harus menemukan jalan pulang,” kata Rian, berusaha tetap tenang.
 
Mereka memutuskan untuk menjelajahi dunia baru ini, berharap menemukan petunjuk untuk kembali ke dunia mereka sendiri. Mereka bertemu dengan penduduk desa yang ramah, namun berbeda budaya dan bahasa.
 
“Mereka berbicara bahasa Kawi,” kata Dinda, berusaha memahami bahasa penduduk desa.
 
“Kita harus belajar bahasa mereka,” kata Rian, “agar kita bisa berkomunikasi dengan mereka dan mencari tahu bagaimana cara kembali.”
 
Mereka pun belajar bahasa Kawi dengan tekun, dibantu oleh penduduk desa yang baik hati. Mereka juga belajar tentang sejarah dan budaya dunia baru ini. Mereka mengetahui bahwa dunia ini adalah kerajaan Medang, kerajaan yang membangun Candi Keling.
 
“Candi Keling adalah tempat suci bagi kerajaan Medang,” jelas seorang tetua desa, “tempat para raja dan ratu dimakamkan.”
 
“Apakah ada cara untuk kembali ke dunia kita?” tanya Rian, penasaran.
 
“Ada legenda,” jawab tetua desa, “tentang sebuah portal waktu yang terletak di dalam Candi Keling. Portal itu hanya akan terbuka saat bintang-bintang sejajar.”
 
“Bintang-bintang sejajar?” tanya Rian, bingung.
 
“Ya, itu adalah rasi bintang yang hanya muncul sekali dalam seratus tahun,” jawab tetua desa.
 
Rian dan teman-temannya pun mencari informasi lebih lanjut tentang rasi bintang tersebut. Mereka mempelajari astronomi kuno, mencari tahu kapan rasi bintang itu akan muncul.
 
“Rasi bintang itu akan muncul pada malam purnama bulan purnama,” kata Budi, setelah mempelajari beberapa kitab kuno.
 
Mereka pun menunggu dengan sabar. Malam purnama pun tiba. Mereka menuju Candi Keling, berharap menemukan portal waktu yang dikisahkan dalam legenda.
 
Di dalam candi, mereka menemukan ruangan tersembunyi di balik sebuah relief. Di tengah ruangan, terdapat sebuah batu besar yang memancarkan cahaya aneh.
 
“Ini dia, portal waktunya!” seru Dinda, terkesima.
 
Mereka mendekat ke batu besar itu. Tiba-tiba, batu itu berputar dengan cepat, membentuk pusaran cahaya yang menyilaukan.
 
“Kita harus masuk sekarang!” teriak Rian, menarik tangan teman-temannya.
 
Mereka pun masuk ke dalam pusaran cahaya. Mereka merasakan tubuh mereka melayang, seperti terhisap ke dalam sebuah lubang hitam.
 
Ketika mereka membuka mata, mereka sudah berada di dalam lorong gelap yang sempit.
 
“Kita kembali!” teriak Rian, gembira.
 
Mereka pun keluar dari lorong, kembali ke Candi Keling. Mereka kembali ke dunia mereka sendiri.
 
“Kita berhasil!” seru Dinda, memeluk Rian dengan erat.
 
Mereka pun menceritakan pengalaman mereka kepada teman-teman mereka yang lain. Mereka berbagi cerita tentang dunia baru yang mereka kunjungi, tentang kerajaan Medang, dan tentang portal waktu yang membawa mereka kembali.
 
“Kalian beruntung bisa kembali,” kata seorang teman, “banyak orang yang terjebak di dunia lain dan tidak pernah kembali.”
 
Rian dan teman-temannya pun bersyukur atas pengalaman mereka. Mereka belajar banyak hal tentang sejarah, budaya, dan misteri dunia. Mereka juga belajar tentang pentingnya persahabatan dan kerja sama.
 
Mereka pun kembali ke kehidupan mereka masing-masing, membawa kenangan indah dan pelajaran berharga dari petualangan mereka di dunia lain.
 
Namun, pengalaman itu juga meninggalkan bekas di hati mereka. Mereka menyadari bahwa dunia ini penuh dengan misteri yang belum terpecahkan. Mereka juga menyadari bahwa mereka tidak sendirian di alam semesta ini.
 
“Mungkin ada dunia lain di luar sana,” kata Rian, merenung. “Mungkin ada banyak portal waktu yang belum kita temukan.”
 
“Mungkin saja,” jawab Budi, “tapi untuk saat ini, kita harus fokus pada kehidupan kita sendiri.”
 
Mereka pun kembali ke kehidupan mereka masing-masing, membawa kenangan indah dan pelajaran berharga dari petualangan mereka di dunia lain.
 
Namun, di balik senyum mereka, tersimpan rasa penasaran yang tak terpadamkan. Mereka tahu bahwa petualangan mereka belum berakhir.
 
Suatu hari nanti, mereka akan kembali menjelajahi misteri dunia, mencari petunjuk tentang keberadaan dunia lain dan portal waktu yang menghubungkan mereka.
 
 
 
Cerita ini berakhir dengan rasa syukur dan kebahagiaan. Mereka kembali ke dunia mereka sendiri, membawa pengalaman yang tak terlupakan.
 
Namun, misteri di balik Candi Keling dan portal waktu masih tersimpan rapat. Apakah mereka akan kembali ke dunia lain di masa depan? Atau apakah mereka akan selamanya terikat dengan misteri yang belum terpecahkan?
 
Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Afid Alfian A

Kendal, 14/08/2024

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun