Oktober yang redup, kisah-kisah yang pernah tergores di lembar-lembar waktu pun merasa telah sampai pada akhirnya. Daun-daun berubah menjadi kisah yang tlah usang, dengan warna-warna gugur yang mengingatkan akan kerapuhan hidup. Pada bulan ini, saat petir berdentam dan hujan membasahi tanah, aku merasakan sentuhan berakhirnya musim.
Di bawah sinar bulanBulan Oktober, seperti perpisahan dengan sahabat lama. Puisi malam ini pun berpamitan perlahan, seperti dedaunan yang gugur, pergi tanpa perasaan. Kata-kata yang pernah bersinar di antara rimanya, kini memudar seperti cahaya matahari sore yang semakin meredup. Di pagi yang dingin, ketika embun menetes di jendela, aku merasa seperti sebuah babak dalam hidup yang tuntas.
Namun Oktober punya keindahan tersendiri. Di tengah dedaunan yang berguguran, ada kecantikan yang tak tergantikan. Sinar matahari yang lembut menyinari langit biru, menciptakan lukisan alam yang tak akan pernah pudar dalam ingatan. Begitu pula dengan perasaan, meskipun pamitan adalah bagian dari hidup, kenangan akan bulan Oktober selalu menyala dalam hati.
Selama bulan Oktober, kita belajar menerima perubahan dengan hati terbuka. Kita merangkul dedaunan yang berguguran dengan harapan akan keindahan baru yang akan datang di musim yang akan datang. Demikian pula, kita berpamitan dengan rasa syukur atas semua yang telah terjadi, dan kita menyambut November dengan keyakinan bahwa kisah baru sedang menunggu untuk diukir.
Afidaa19
Kendal, 31/10/2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H