(Penulis: Afiah Laili Mahasiswa S1 Komunikasi Penyiaran Islam UIN Mataram)
Opini- Saat ini kita memasuki tahun politik. Tentu akan banyak lontaran kata-kata demi menaikan diri.  Namun, melihat tema pada debat antara calon Gubernur NTB tahun 2024. Terlihat kurangnya mengangkat tema, peduli terhadap perempuan.
Debat yang dilangsungkan selama tiga kali yaitu debat pertama dijadwalkan pada Rabu, 23 Oktober 2024, sesi debat kedua dilaksanakan pada 8 November, dan debat terakhir pada 20 November 2024. Hanya berfokuskan pada bagaimana perbaikan untuk kedepannya tapi tidak dengan keamanan bagi penghuninya, khusunya perempuan.
Jika mendengar kata "Perempuan", mayoritas pemikiran kita akan mendefinisikan perempuan sebagai ibu rumah tangga, istri, Â dan banyak definisi lainnya. Perempuan yang katanya hanya bersentuhan dengan tiga ranah domestik (Dapur, Pasar, dan Kasur) yakni memasak, mencuci, membersihkan rumah, bahkan sekedar menjadi pelengkap isi rumah tangga.
Banyak sekali tindakan kekerasan pada perempuan. Kekerasan terhadap perempuan didefinisikan sebagai “suatu tindakan kekerasan berbasis gender yang mengakibatkan, atau bisa mengakibatkan, bahaya atau penderitaan fisik, seksual atau mental perempuan, termasuk ancaman tindakan sejenis, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang, baik terjadi di ranah publik maupun kehidupan pribadi.
Salah satunya yang baru ini terjadi di NTB yaitu kasus pelecehan yang dilakukan oleh orang disabilitas, menjadi tanda bahwa siapapun berpotensi melakukan pelecehan terhadap permpuan. Hal tersebut menyebabkan kerugian dari segi fisik, seksual dan bahkan psikologis. Ini menjadi bukti bahwa kurangnya perhatian atau penanganan terhadap sumber daya perempuan, sehingga seorang disabilitas bisa melakukan tindakan tak senonoh.
Ini merupakan suatu hal yang harus diperhatikan lagi oleh gubernur terpilih. Menjamin keamanan dan kesejahteraan bagii perempuan. Buktikan bahwa kesetaraan gender itu bener adanya di mana laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan, hak, dan kewajiban yang sama. Tidak hanya dipandang lemah dan bisa dijadikan opsi kekerasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H