Elanto Wijoyono mendadak tenar, meroket. Dialah sang pencegat konvoi motor gede di wilayah ring road utara, jalan lingkar jogjakarta. Dengan lantang ia berani mencegat kerumunan motor Herley Davidson yang melakukan konvoi dari dan ke Candi Prambanan. Diakuinya bahwa motor gede tidak menghiraukan rambu-rambu lalu lintas. Saat lampu merah diterjang, sehingga mengganggu pengguna jalan lainnya. Orang mengindahkan tertib rambu lalu lintas, sementara kawanan moge yang katanya dikawal oleh polisi tidak tertib dalam berkendaraan di jalan raya. Tubuh yang kecil tidak menyurutkan niatnya untuk memaknai penggunaan jalan raya sebagaimana mestinya. Kini Elanto Wijoyono bak selebritis sebagai nara sumber sopan berlalu lintas.
Jalan raya adalah milik bersama. Tak ada seorangpun atau kelompok yang berhak mendominasi penggunaan jalan raya. Jikalaupun harus memanfaatkan, mestinya sepengetahuan pihak kepolisisan. Itupun digunakan dengan acara yang amat penting, yang memang harus melalui jalan itu. Bila ada alternatif lain, mengapa tidak memanfaatkan alternatif yang kedua?Â
Konvoi kendaraan tak bisa terhindarkan. Kita juga menghormati adanya komuntas pecinta kendaraan bermotor, dua atau empat. Bahkan mungkin sepeda kayuh. Saat melintas di jalan, suka ataupun tidak suka, lama ataupun hanya sekejap, akan mengangu pengguna jalan yang lain. Perkecualian konvoi kampanye. Si raja jalanan.Â
Berkaca pada realitas saat melihat konvoi atau saya sendiri menjadi bagian dari arak-arakan kendaraan, ada beberapa catatan yang perlu saya share dengan pemabaca. Tampaknya tidak valid tulisan di bawah ini, karena saya sendiri baru pertama kali mengikuti ajang jalan bersama. Akan sangat bijak bila pembaca menambah atau menyanggah tulisan ini sebagai sarana berapresiasi dalam mewujudkan berkendaraan yang sehat dan benar.
Pertama : survey. Meskipun dekat, dan mugkin jalan itu sering ditapaki, tetaplah harus disurvei. Siapa tahu ada sepenggal jalan yang sedang direnovasi, atau di lajur tertentu akan digunakan oleh penduduk setempat. Karena meskipun kecil akan menggangu laju kendaraan. Apalagi kalau jaraknya jauh. Kalapun toh, tidak sempat survey paling tidak bisa bertanya pada orang yang tiap hari melewati jalan tersebut. Terutama sopir angkot atau truk. Data mereka sangat dibutuhkan. Makanya jangan terlalu memusuhi sopir truk.Â
Kedua : waktu. Lihat-lihat dulu jadwal konvoi. Jangan bunuh diri. Saatnya jelang lebaran malah nekat berkonvoi. Saatnya liburan, lihat situasi. Karena, bagaimanapun juga keluarga juga akan menikmati liburan. Sambil liburan, berkendaraan bareng-bareng. Bila rada aman ambillah pagi hari atau malah malam. Di waktu tersebut jalanan mungkin agak berkurang arusnya.Â
Ketiga : tujuan. Tetapkan tujuan yang hendak dicapai. Dan konsisten terhadap pilihannnya. Dibeberapa daerah wisata khususnya di Yogyakarta, tampaknya sudah mencapai over. Pengelola wisata kadang tidak menghiraukan jumlah pengunjung. Sehingga lokasi wisata terlihat padat dan kurang nyaman untuk bergerak. Pantai selatan di Gunung Kidul seperti Baron, Kukup, Indrayanti sekarang baru menjadi primadona pengunjung wisata. Dalam salah satu percakapan penulis dengan penduduk asli, mengisyaratkan kalau berkunjung ke wilayah tersebut hindari hari minggu. Tidak bakalan mendapat jalan menuju lokasi. Artinya bahwa tempat favorit sesungguhnya menjadi penyiksa untuk dikunjungi.Â
Keempat : buat kelompok. Pengalaman penulis berkendaraan bersama teman-teman dari erci chapter jogja sangat berkesan. Di salah satu agendanya, erci akan melaksanakan baksos di wilayah Kecamatan Tepus. Pagi hari terkumpul kira-kira 20 an mobil ertiga dan 12 an mobil CRV. Berarti ada seputar 32 kendaraan roda empat. Bila ke 32 kendaraan berangkat bareng tanpa ada interval, bisa dibayangkan padatnya jalan yang akan dilalui. Untunglah ertiga dan CRV tahu diri.
Kelompok tersebut dibagi beberapa bagian kecil. 5 – 7 grup. Tiap grup dibawah satu komando. Tiap grup melaju dengan interval 2 -  menit, agar di jalan tidak begitu mengular yang berimbas pada pengguna jalan yang lain. Jangan lupa, tiap kendaraan diberi nomor urut dan tidak boleh saling mendahului. Kecuali ada 2 atau 3 kendaraan yang memang bertugas sebagai pengatur. Penulis sangat berkesan dengan metode ini.
Kelima : tunduk pada kepala suku. Setiap konvoi pasti ada penanggung jawab. Kecuali mungkin kampanye dengan kendaraan. Seorang kepala suku bertanggung jawab atas berlangsungnya kegiatan ini. Kepala suku tahu persis apa yang hendak diputuskan dengan mempertimbangkan pendapat rekan yang sebelumnya sudah disepakati. Kepala suku atau lokomotif, hendaknya orang yang sudah berpengalaman di jalan. Artinya, sudah hafal betul karakter jalan yang akan dilewati. Sudah paham dengan penduduk yang ada diseputar jalan. Bahkan mungkin bersahabat erat dengan komunitas lain, kepolisian, atau pejabat. Ini akan mempermudah segala sesuatunya.
Â