Mohon tunggu...
amk affandi
amk affandi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

coretanku di amk-affandi.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gangguan Konsentrasi

7 April 2012   10:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:55 1401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1333793687551587403

[caption id="attachment_180580" align="aligncenter" width="513" caption="sumber gambar : weberita"][/caption] Beberapa waktu lalu, saya bersama istri secara kebetulan bertemu dengan rekan istri saya sewaktu masih SMA. Pertemuan tak sengaja, biasanya membuahkan hasil yang tidak disengaja, namun sangat bernilai. Daripada sering ketemu, tiap minggu hampir berjumpa, banyak obrolan tapi tidak berisi. Dia sekarang sudah jadi psikiater khusus bidang garap anak-anak. Kami cukup bahagia karena bisa ngobrol cukup lama, dan tentu saja senang karena bisa saling tukar informasi tentang keluarga, pekerjaan, tempat tinggal dan keberadaan anak-anak. Setelah basa-basi menanyakan keberadaan teman karib sewaktu sekolah dulu, kamipun cerita tentang anak kami yang masih duduk di TK. Kami menceriterakan tingkah anak bila berada di rumah maupun di sekolah. Termasuk juga kebiasaan bermain dengan teman sejawat. Dari obrolan antara istri saya dengan temannya, saya sendiri cukup menyimak saja dan menjadi pendengar yang baik, sambil sesekali mencatat istilah-istilah aneh setidaknya untuk telinga saya. Saya cukup mencatat di HP. Hanya satu permintaan saya, kalau ada tulisan, atau slide seminar, atau kertas kerja atau apalah isinya, mohon dikirim via e-mail. Alhamdulillah tak berapa lama permintaan itu dikabulkan. Saya mengucapkan terima kasih. Istilah aneh itu saya munculkan lagi di HP dan kiriman e-mail. Google sangat membantu mengeja satu persatu istilah itu. Sayapun berselancar di dunia psikologi. Beberapa portal yang sempat saya "klik" terasa tidak aneh, sebab hampir sama dengan apa yang tertulis di buku yang saya miliki. Intinya bahwa anak saya itu, terkena gangguan belajar. Cerita yang meluncur dari istri, disarankan bahwa anak saya supaya dibawa ke psikiater. Sampai hari ini anak saya, seminggu sekali dalam perawatan seorang psikiater. Sebenarnya istri saya sedikit protes. Karena hasil tes IQ menunjukkan nilai diatas rata-rata. Temannya bilang, tes IQ yang hanya dilakukan sekali tidak bisa untuk ukuran bahwa anak memiliki kemampuan akademik atau kemampuan tertentu. Dari saran itu, sayapun menyarankan agar pembaca yang berbahagia, bila memiliki anak yang berumur rentang 3 - 4 tahun, sebaiknya untuk konsultasi kepada psikiater. Ada gangguan ataupun tidak. Ada  10 ragam kesulitan belajar : gangguan persepsi, luka otak, disfungsi minimal otak, kesulitan mengendalikan gerak tubuh, kesulitan menulis, kesulitan membaca, kesulitan berhitung, gangguan komunikasi, kesulitan menerima dan mengapresiasikan isi pikiran da gagap. Kesepuluh gangguan itu biasanya muncul pada usia 3 - 4 tahun. Namun diagnosa biasanya baru terdeteksi pada usia SD yang ditandai dengan penurunan nilai akademis. Gangguan ini cenderung bersifat menetap hingga usia remaja bahkan sampai dewasa. Ciri-ciri gangguan belajar ada 3 yaitu : 1. Gejala gangguan pemusatan perhatian (Inatensi) dengan indikator : sering gagal focus, sering tampak tidak mendengarkan bila diajak berbicara, sering mengalami kesulitan mengatur tugas, sering kehilangan barang-barang, sering lupa kegiatan sehari-hari. 2. Gejala hiperaktivitas dengan indikator : sering resah dengan menggerakkan tangan dan kaki, sering meninggalkan tempat duduk, sering berlarian kesana kemari, sering berbicara berlebihan. 3. Gejala impulsivitas dengan ciri : sering melontarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai, kesulitan menunggu giliran, sering menyela atau mengganggu orang lain. Bila pembaca, kebetulan mempunyai anak dengan perilaku mirip diatas, maka beberapa saran berikut, mudah-mudahan bisa membantu anak agar dia tidak mengalami gangguan belajar dan yang pasti bisa mandiri. Pujilah kelebihan. Setiap orang pasti mempunyai kelebihan. Orangtua mestinya harus bijak. Informasi yang datang begitu deras, kadang-kadang anak meniru seperti yang terlihat di televisi atau internet. Bahkan kebiasaan itu baik. Tapi karena orangtua tidak tahu, maka dianggap anak sudah mulai aneh. Mestinya justru diberi penghargaan atau pujian. Teman yang sebaya dan sepermainan belum tentu bisa melakukan apa yang seperti dilakukan oleh anaknya sendiri. Dukung usahanya. Dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan anak itu, berilah support. Bila perlu usahakan buku-buku penunjang. Sebab anak mampu menangkap ilmu yang didapatkannya. Berikan juga gambaran kegagalan orang lain dari kegiatan anak. Biarkan anak ambil resiko. Karena orang tua terlalu sayang pada anak, yang muncul adalah kekhawatiran. Bila kekhawatiran ini berlebihan, maka anak seakan menjadi terpasung, tidak leluasa bergerak. Anak kecil jatuh pada saat dia berlatih berjalan sudah biasa. Nangis karena sakit juga biasa. Yang tepat bantu dia bagaimana caranya supaya berdiri, dan berjalan agar tidak terjatuh lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun