Mohon tunggu...
amk affandi
amk affandi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

coretanku di amk-affandi.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Berbagi Itu Menentramkan

25 September 2015   11:28 Diperbarui: 25 September 2015   11:49 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bhakti Sosial

Bumi itu bundar. Jikalau berputar, ada saat berada di atas dan tentu akan mengalami kondisi di bawah. Sewaktu siang, terkena panas matahari. Waktu malam terimbas kegelapan. Begitulah seterusnya. Ada musim kemarau, ada pula musim hujan. Itu hanya terjadi di daerah tropik seperti Indonesia. Seperti yang sedang  kita alami saat ini. Musim kemarau telah berlalu begitu lama. Amat panjang. Orang jawa menyebut musim ketigo. Daerah yang memiliki sumber air yag melimpah, bukan persoalan yang susah. Namun bagi mereka yang hidup jauh dari sumber air, merupakan persoalan yang pelik. Karena air adalah sumber kehidupan.

Saat musim ketigo orang akan mengidentikkan dengan daerah Gunung Kidul. Walaupun sebenarnya daerah lain juga terkena. Tapi kabupaten paling timur inilah menjadi ikonnya. Terutama daerah kecamatan Tepus, Rongkop dan Girisubo. Sesaat setelah penulis tinggal di jogja, hanya dua daerah ini yang saya kenal. Karena saat itu pas sedang musim kemarau pajang. Transportasi belum semudah sakarang. Jalan menuju lokasi juga masih bebatuan. Betapa susahnya masyarakat setempat untuk mendapatkan air yang layak pakai. Ada pemeo saat itu, “hutang uang lebih mudah dari pada utang air”.

Kondisi seperti ini berulang kali dialami. Usaha telah dilakukan dengan pengeboran tanah yang diduga ada kandungan airnya. Tapi nihil. Tiga daerah ini sampai sekarang masih mengandalkan hujan dan saluran air yang dibawa oleh kendaraan. Sehingga praktis, air hujan yang ditampung dalam waduk buatan hanya bertahan beberapa bulan saja. Selanjutnya pasrah terhadap uluran air dari luar. Kalau mengambil air dari laut, biaya masih terlalu tinggi. Tidak sepadan dengan ekonomi masyarakat setempat. Pemerintah daerah setempat juga tidak hanya memikirkan daerah itu.

Dari keadaan seperti itu, erci, sebuah komunitas sosial yang senang mengendarai kendaraan Ertiga tergerak untuk sambung rasa dengan saudara yang sedang mengalami limit air. Erci, kependekan dari Ertiga Club Indonesia, penyuka produk kendaraan roda empat Suzuki chapter Yogyakarta menggandeng club CR-V. Sebuah club yang sama. Pendemen kendaraan roda empat Honda. Dua komunitas ini bergandeng bersama untuk menyerahkan 106 tangki air diserahan kepada masyarakat di kecamatan Tepus, Rongkop dan Girisubo, yang saat itu diterima langsung oleh Bapak Camat, Bapak Kapolsek Yulianto, SH dan Koordinator PMI Gunung Kidul Bapak Agus.. Kata teman-teman, nuansa ini sama seperti dua tahun yang lalu. Juga dalam rangka bhakti sosial. Imbuhnya lagi, kata teman yang lain, bahwa erci memang lebih banyak berkecimpung di kegiatan sosial. Hampir saban tahun sekali selalu menyelenggarakan baksos. Jadi tidak sekedar hura-hura, namun ada atmosfir kehibaannya.

Touring

Disamping baksos, erci chapter jogja bersama CR-V jogja, juga touring menyusuri daerah selatan jogja dan berujung di pantai Siung. Keluarga turut ambil bagian. Istri anak selalu menemani disetiap perputaran roda. Tujuan utamanya pendidikan keluarga yang dibalut dengan kasa touring. Erci memandang bahwa keluarga merupakan sumbu utama dalam setiap langkah kehidupan. Tidak heran jika setiap acara apapun terselip menu keluarga. Kedekatan dengan anak istri wajib.

Diawali dari lapangan Brimob Gondowulung, kami bergerak ke selatan menyusuri jalan imogiri, wilayah Bantul. Rombongan bergerak sesuai dengan nomor urut yang telah disepakati. 25 an ertiga dan 10 an CR-V dibagi beberapa kelompok. Ini dimaksudkan agar konvoi tidak mengganggu penguna jalan lain. Realisasinya memang bersahabat. Karena masing-masing kendaraan telah dipasang tulisan, agar kendaraan lain boleh  mendahului rombongan bila memungkinkan. Jalan Imogiri timur ini lurus agak turun. Tidak begitu sulit untuk dilewati. Kebetulan pagi itu lalu lintas tidak ramai. Kanan kiri jalan, kami lihat orang-orang sibuk dengan pekerjaannya.

Dari Imogiri kami memacu naik tanjakan yang cukup curam, menyusuri daerah makam raja-raja Mataram di Imogiri. Di jalan ini cukup favorit oleh pengguna sepeda. Naik turun dan berliku cukup menantang untuk uji kecepatan. Memacu adrenalin tidak perlu jauh. Pacu sepedamu di bilangan komplek makam Imogiri.

Kendaraan terus melaju naik beberapa kilometer menjumpai hutan pinus. Kami disambut bau dedaunan pinus yang warna hujaunya memudar. Alhasil kegersangan yang ditemui. Kesejukan masih tampak di beberapa sudut. Kegirangan orang-orang menambah wibawa hutan, bahwa hutan pinuspun masih layak untuk mejadi sahabat. Kawasan ini selalu ramai. Tak hanya hari minggu. Tempat ini juga menjadi pilihan untuk beragam kegiatan.

Hanya lewat saja, hutan pinus kami tinggalkan. Masih menyusuri jalan khas gunung kidul. Stir selalu bergerak kanan kiri, nyatanya jalan berkelok. Sampai tak terasa di jembatan Dodogan Dlingo. Jembatan ini cukup panjang yang menghubungkan dua bukit. Disinilah kami berpose. Membuka katup bibir hanya sekedar untuk mempertontonkan gigi. Menyunging senyum untuk disimpan dalam teknologi digital. Pemandangan cukup lapang terutama area utara dan selatan. Memanjakan mata yang kesehariannya berkutat dengan komputer.

Kami tancap gas untuk naik, menuju jalan ring road utara daerah Wonosari. Menyusuri daerah Wonosari sebenarnya kami sudah hafal sampai perempatan Karang Rejek. Disini baru menemui masalah. Karena ada gerombolan yang tertingal cukup jauh. Kami menunggu cukup lama. Telusur punya telusur ternyata salah jalan. Mereka masuk kota Wonosari menuju arah Semanu. Sehingga melingkar agak jauh.

Rombongan bisa lega setelah akhirnya masuk lapangan Bintaos. Bersisian dengan SMP Negeri Tepus. Disinilah darma bakti kami disemayamkan. Telah menunggu Bapak Camat dan Kapolsek, serta pejabat setempat. Upacara penyerahan bantuan sederhana tapi khidmat. Disini pula memori kami melayang 2 tahun lalu. Sedikit, mudah-mudahan bermanfaat.

Lorong sepanjang jalan Tepus terus kami susuri. Konvoi bergerak ke Pantai Siung. Jalannya halus kendati sempit. Berkelok naik turun. Bila tak hati-hati bisa terperosok ke parit. Karena jarak pandang ke atas, tapi jalan tiba-tiba menurun. Ditemani hutan yang telah meranggas, akhirnya kami tiba di pantai Siung. Sejuk benar pemandangannya. Menatap laut, bisa mengusap pekerjaan seminggu. Biluran angin menambah energi untuk esok hari. Semoga bisa berbagi lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun