Senin lalu saya mendapat undangan dari Bimbingan dan Penyuluhan (BP) di sekolah anak saya. Di MAN Â 1 Program Khusus Solo. Kehadiran kami terkait dengan kesalahan anak saya, karena terlambat mengikuti Try Out dalam menghadapi Ujian Nasional. Terlambat beberapa menit yang Insya Allah tidak mengganggu dalam mengerjakan soal try out, yang telah dilaksanakan hari senin minggu sebelumnya.
Keterlambatan anak saya, sebenarnya bukan salah dia sendiri. Â Karena hari minggu, dia diajak ibunya untuk mengikuti pelatihan sehari bersama Ustadzah Hj. Maria Ulfah, di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pelatihan ini berlangsung hingga sore hari menjelang maghrib. Padahal aturan di Asrama, mengharuskan siswa sudah harus masuk asrama hari minggu sebelum maghrib. Jadilah kami putuskan, anak pulang senin pagi saja. Secara kebetulan, senin saat itu jalannya padat. Macet sepanjang perjalanan. Terlambatlah anak saya.
Kami diterima oleh guru BP di ruangan yang saya anggap sederhana. Dua buah meja dan kursi guru BP. Satu set kursi tamu. Dan gordyn yang menghalangi sebuah tempat tidur. Saya perkirakan untuk UKS. Saya berani bilang UKS karena tempat tidurnya berwarna putih dan tinggi. Seperti di rumah sakit.
Seorang ustadz, demikian kami panggil. Selain jadi guru, beliau juga sebagai pamong di asrama. Beliau menuturkan kronologi kesalahan anak saya, mulai dari minta izin hari sabtu sampai datang terlambat untuk mengikuti try out. Kami mendengar dengan seksama.
Ada dua catatan yang sempat saya tulis di otak.
1. Mementingkan Data
Sepengetahuan saya, di ruang BP, di beberapa sekolah sebagai tempat untuk mengintimidasi siswa dan juga (mungkin) orang tua atau wali. Guru yang ditugasi untuk menjadi BP terkadang over acting, bahkan melebihkan kejadian yang sebenarnya. Bisa jadi karena guru itu bosan dan setengah muak melihat siswa yang bersangkutan. Orang tua pun kadang kena getahnya. Ikut diomeli. Namun biasanya orang tua akan diam. Ada juga yang berkelit. Jadilah ruang BP yang semula berfungsi untuk membimbing, justru menjadi ruang debat.
Cara ustadz memberikan data secara utuh, lengkap dan kronologis, tidak ada kalimat yang memojokkan siswa maupun kami sebagai orang tua, menjadikan saya kagum dengan cara penanganan anak. Cara seperti ini, sangat cocok dengan angan-angan saya, yang saya lontarkan beberapa waktu yang lalu dalam rapat kerja guru. Tapi teman-teman belum menerima. Karena sistim ini memang menuntut guru selalu menulis kejadian yang dialami siswa.
Data menurut saya sangat penting. Â Apalagi data yang tertulis. Itu bukti otentik dari sebuah kejadian yang dilakukan siswa. Dengan data tertulis, orang tua cukup disodori dokumen. Suruh baca sendiri. Prinsipnya, sedikit bicara perbanyak data.
2. Sedikit Aturan Perbanyak Teladan
Ada papatah dari cina yang sangat bijak. Semakin banyak aturan, semakin banyak pelanggaran. Di asrama, memang tidak ada aturan tertulis yang menempel di setiap dinding. Justru yang paling banyak adalah kalimat ajakan. Senior harus menjadi contoh bagi adik-adik kelasnya. Itulah tata krama, yang menurut saya hampir ada di setiap asrama. Selalu ada senior - junior.