Mohon tunggu...
amk affandi
amk affandi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

coretanku di amk-affandi.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Semoga Kita Tidak di Kemoterapi

30 Maret 2012   06:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:16 2754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1333088135937180100

[caption id="attachment_179195" align="aligncenter" width="563" caption="sumber gambar : munyie.com dan gramediamatraman.wordpress.com"][/caption]

Sebenarnya ada semacam keraguan bila saya menulis tentang kesehatan Karena bukan bidang saya untuk menulis kemoterapi, yang sesungguhnya merupakan cara pengobatan tergolong baru Saya menulis tentang kemoterapi, sesungguhnya hanya karena rasa penasaran saja Setidaknya ada tiga buah buku yang mengusik saya, sehingga lahir tulisan bagaian dari kesehatan ini.

Ketiga buku itu adalah : “Survivor’s Story”, kisah inspiratif pemegang rekor tujuh kali memenangi Tour De France setalah berjuang menaklukkan kanker Buku yang lebih tepat otobiografinya Lance Armstrong Buku kedua “Ganti Hati” karya Dahlan Iskan Buku yang merupakan tulisan bersambung yang telah dimuat di harian Jawa Pos. Ketiga. buku “Tatkala Leukimia Meretas Cinta”, buah tulisan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadlilah Supari yang berbagi tentang pengalaman merawat almarhum suaminya. Pada saat diketahui dengan pasti jenis penyakit yang dialami suaminya, tim dokter memberikan dua alternatif cara pengobatan. Salah satu yang tawarkan adalah dengan kemoterapi, yang pada akhirnya tidak dipilih.

Kecuali Lance Armstrong, ketiga buku itu ditulis sendiri. Sehingga gaya penuturannya  mengena. Pilihan katanya lebih emosional membuat pembaca seakan mengalami sendiri. Dahlan Iskan adalah seorang wartawan, Siti Fadlilah adalah seorang peneliti.

Pertanyaanya adalah, mana yang akan ditumpas oleh kemoterapi itu terlebih dahulu : kankernya atau aku? Hidupku menjadi bak tetesan infuse yang panjang, sebuah rutinitas yang menyebalkan. Jika aku tidak esakitan, aku pasti sedang muntah, dan jika aku tidak muntah, aku pasti sedang memikirkan apa yang kuderita, aku bertanya-tanya kapan ini akan berakhir. Begitulah kemoterapi.

Rasa mual itu selalu ada, bersamaan dengan pengobatan itu sendiri. Kanker menghadirkan rasa sakit yang tidak jelas, tapi kemoterapi merupakan serangkaian ketakutan yang mencekam tiada akhir, sampai aku mulai berfikir bahwa pengobatan itu sama buruknya, atau bahkan lebih buruk lagi, dari penyakit itu sendiri ……. tutur Lance Armstrong.

Dahlan Iskan menulis : Setelah dikemo itu, rasanya luar biasa tidak karuan. Sakit, mual, mulas, kembung, melintir-lintir, dan entah berapa jenis rasa sakit lagi menjadi satu. Sampai-sampai saya tidak bisa memisah-misahkan bentuk sakitnya itu terdiri atas berapa macam rasa sakit.

……. Kalau dalam satu hari itu tidak reda, saya pilih mati. Tidak ada gunannya hidup dalam keadaan seperti itu. Saya minta mati saja……

Tapi saya memutuskan tidak mau lagi dikemo. Tidak tahan. Saya akan cari jalan lain saja. Atau lebih baik mati saja. Toh saya sudah berumur 55 tahun. Sudah berbuat sesuatu yag lumayan. Juga sudah melebihi umur ibu saya, atau umur kakak saya, atau umur paman-paman saya.

Dari ketiga buku itulah saya jadi mengerti (sangat) sedikit tentang cara menyembuhkan penyakit dengan cara kemoterapi. Bila kita mendengar kata kemoterapi, akan terlintas dalam pikiran kita tentang penyakit yang mengharuskan dilakukan kemoterapi seperti kanker, tumor atau jenis karsinogenik lainnya. Kemoterapi adalah upaya untuk membunuh sel-sel kanker dengan mengganggu fungsi reproduksi sel. Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan jalan memberikan zat/obat yang mempunyai khasiat membunuh sel kanker.

Dalam beberapa penelitian kemoterapi mampu menekan jumlah kematian penderita kanker tahap dini, namun bagi penderita kanker tahap akhir / metastase, tindakan kemoterapi hanya mampu menunda kematian atau memperpanjang usia hidup pasien untuk sementara waktu. Bagaimanapun manusia hanya bisa berharap sedangkan kejadian akhir hanyalah Tuhan yang menentukan.

Dengan pengetahuan yang (sangat sedikit) ini, semua menjadi jelas bahwa siapapun tidak ingin terjangkit penyakit. Penyakit berat atau ringan, besar atau kecil, stadium rendah atau tinggi, namanya penyakit akan mengganggu aktifitas. Merepotkan orang lain. Biaya yang mestinya untuk pengembangan pendidikan, tempat tinggal atau pengembangan usaha, hanya dipakai untuk penyembuhan. Hanya satu pilihan : sehat lahir dan batin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun