[caption id="attachment_159099" align="alignleft" width="150" caption="petreli.multiply.com"][/caption] Perangko, barang berharga dicari semua orang. Itu dulu. Kantor pos, jawatan yang mempunyai simbol merpati,selalu ramai yang tak mengenal tanggal tua ataupun muda. Itu dulu. Pengiriman surat, sirkulasi keuangan lewat wesel, pengiriman barang bahkan juga menabung. Kini tergerus oleh kedigdayaan teknologi komunikasi.
Pengiriman surat awalnya adalah bebas biaya. Biaya pengiriman ditanggung oleh sipenerima surat. Jika sipenerima surat menolak antaran surat tersebut, maka kerugian akan ditanggung oleh kantor pos. Pada tahun 1837, seorang kepala sekolah Inggris bernama Rowland Hill menyarankan sistem pra-bayar dalam suatu selebaran yang berjudul: “Reformasi Kantor Pos”.Perangko yang pertama dijual pada tanggal 1 Mei 1840. Harganya 1 penny untuk perangko hitam, dan 2 pence untuk perangko biru, bergambar Ratu Victoria. Kata filateli sendiri mulai diperkenalkan pada tahun 1864.
Di Indonesia sendiri perangko muncul, sejak pemerintah Hindia Belanda memproduksi yang pertama kali pada tanggal 1 April 1864. Perangkonya berwarna merah anggur dengan harga 10 sen dengan menampilkan gambar Raja Willem III. Jalan Anyer – Panarukan dibangun adalah sebagai sarana angkutan pos di Pulau Jawa. Jalan yang diprakarsai oleh Gubernur Jenderal Daendeles itu lebih dikenal dengan nama jalan raya pos.
Perangko menjadi pemersatu orang. Orang yang gemar mengoleksi perangko adalah filateli. Penggemar filateli juga menyukai tukar menukar perangko. Perkumpulan tersebut tidak hanya sekedar barter perangko dan persahabatan. Namun menjadi ajang uji pengetahuan. Perangko tidak hanya selembar kertas yang bergambar dan tertera nilai nominal rupiah. Perangko memiliki muatan pengetahuan yang luas.
Gambar diatas, adalah sebuah perangko dengan nilai tukar Rp. 700 terbitkantahun 1995. Sepintas lalu hanyalah sebuah lukisan beberapa orang perempuan sedang mendayung dan membawa sayuran. Bila digali, diterbitkannya perangko tersebut, mengandung nilai makna yang sangat dalam.
[caption id="attachment_159104" align="aligncenter" width="300" caption="dennymedia.wordpress.com"][/caption]
Perangko itu adalah menggambarkan suasana pasar apung yang ada sungai martapura, Barito, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pasar ini sudah ada sejak jaman dahulu. Keunikan pasar apung menjadi ciri khas dari propinsi Kalimantan Selatan. Secara ekonomis, kegiatan pasar dapat dijual lewat pariwisata. Tak terhitung fotografer mengabadikan demi sebuah momen keindahan. Dipandang dari sudut geografis, ternyata masyarakat setempat memanfaatkan sungai untuk kegiatan saling tukar menukar barang dan jasa dan juga sarana interaksi sehingga membentuk sebuah kebudayaan. Masih cukup banyak nilai kandungan pasar apung dimunculkan
Kini, bila pembaca menyempatkan diri berbelanja di toko alat kantor, tidak akan menemukan lagi album penyimpan perangko. Bila pembaca cukup jeli pada saat berjalan, ditepi jalan sekarang jarang ditemukan kotak pos. Kotak pos yang dahulu pernah menjadi sebuah monumen wajib kunjung. Bila pak pos menjumpai rumah Anda, dapat dipastikan dia hanya membawa kiriman barang atau surat tagihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H