Mohon tunggu...
Wafaul Ahdi
Wafaul Ahdi Mohon Tunggu... Jurnalis - MAHASISWA

Affah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hantu di Balik Ucapan Sang Mamah

31 Oktober 2020   04:59 Diperbarui: 31 Oktober 2020   05:02 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengintip bilik masa kanak-kanakku 15 Tahun yang lalu. Suasana disana didominasi ucapan larangan yang terlontar dari Mamahku. Larangan itu langsung masuk seketika ke dalam pikiran dan berubah menjadi hantu yang selalu menakut-nakutiku.

Mah, dede mau main lempung di sawah ya mah. Mumpun hujan nih mah suasana mendukung karena tanah di sawah jadi lembek. Dede pengen buatin mamah cobek ah  biar mamah bisa bikin sambel lagi. Cobek mamah kan pecah tuh tadi pagi. (Ujarku dengan logat manja)

Aduh nak, tidak-tidak. Lempung itu kotor nanti kuman nempel di seluruh badanmu terus nanti masuk mulut bisa sakit loh perut kamu. Belum lagi nanti ada petir tiba-tiba bagaimana nanti kamu kesamber, badanmu bisa jadi hitam. Hih serem kan. Hujan di luar belum sepenuhnya reda sudah diam saja dirumah, itu jauh lebih aman. (Ujar Mamah)

Pupus sudah bayanganku yang akan bersenang-senang di sawah bersama teman-temanku itu. Aku hanya bisa melihat mereka dengan di batasi jeruji besi dan kaca jendela. 

Kreasiku yang sudah menggebu-gebu di bom seketika dan hancur berantakan di tangan Mamahku. Aku harus di hadapkan dengan kenyataan pahit bahwa kodratnya seorang anak hanya mengikuti apa yang diperintahkan orang tuanya. Aku mencoba melawan tetapi Mamah tetap dengan pendiriannya. Sekali tidak boleh, maka tidak boleh.

Kecewa adalah temanku, sakit adalah yang sedang di rasakan oleh hatiku. Bak dijatuhkan dari ketinggian dan terjun tanpa alat pengaman. Namun, apa yang bisa dilakukan seorang anak selain menangis? 

Ah percuma, air mata ini tidak akan terganti dengan manisnya ucapan mamah mengizinkanku bersama mereka. Menangis hanya akan menguras energiku saja, karena bukan hanya kali ini mamah melarangku. Berkali-kali aku menangis berkali-kali itu juga aku akan semakin mengurangi rasa kasih sayang Mamah ke aku. Sudahlah, pergi, hilang dan lupakan.

Sejatinya, memang ketakutan dari seorang Ibu tidak lain tidak bukan adalah demi kebaikan sang buah hatinya itu sendiri. Seperti menghindari anak agar tidak sakit, menghindari segala sesuatu yang tidak diinginkan, karena menganggap apa yang akan dilakukan anak terlalu membahayakan keselamatannya. 

Kekhawatiran itu adalah bentuk kasih sayang dari seorang Ibu. Namun, jika keegoisan orang tua tetap di pertahankan dampak yang akan ditimbulkan adalah anak menjadi pribadi yang penakut.

Ini yang terjadi denganku, ketika aku mendapatkan kesempatan emas bisa melakukan yang dulu tidak pernah aku dapatkan justru aku takut. Aku takut dengan larangan Mamah yang akan berubah menjadi kenyataan jika aku melakukannya. Larangan itu sudah terlanjur menetap dan menjadi Hantu yang tak kunjung pergi hingga aku menginjak usia dewasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun