Begitu sadar, aku berkata lagi: “Saudaraku, perbanyak mengucap Laa Ilaha IllAllah (لا اله الا الله)”
Mendengar ucapanku, ternyata ia pingsan lagi. Aku tetap menunggunya. Begitu ia sadar, aku berkata kepadanya “Ayo, saudaraku, perbanyak mengucap Laa Ilaha IllAllah (لا اله الا الله). Kalau kamu tidak mau mengucap kalimat itu, aku tidak mau memandikanmu kalau kamu mati. Aku tidak mau memakaikanmu kain kafan, aku tidak mau mensholati jenazahmu. Aku tidak mau menguburkanmu”.
Akhirnya teman dekatku itu membuka kedua matanya, memandang kepadaku sekali lagi dan berkata: “Saudaraku, Manshur. Aku tidak bisa mengucapkan kalimat yang kau ucapkan tadi”
Aku kaget dan bertanya “Lalu dimana atsar (bekas) sholatmu, dimana atsar tangisan-tangisanmu, dimana atsar puasamu, dimana atsar dari ibadahmu sehingga dalam kondisi seperti ini kamu tidak bisa mengucapkan kalimat yang sangat penting itu?”
Kemudian rekanku menjawab bahwa sebenarnya yang selama ini ia lakukan bukan karena Allah. Rajin sholat, rajin mengaji, rajin melakukan ibadah-ibadah, semua itu ada dengan niatan pamer agar dilihat manusia. Agar orang lain menilainya baik diantara teman-teman dan tetangga. Semua yang ia lakukan dulu bukan karena Allah.
Ia melanjutkan: “Ketika aku dalam keadaan sendiri, aku suka melakukan apapun yang menjadi kepuasan nafsuku. Tapi ketika bersamamu, atau bersama manusia lain, aku suka melakukan ibadah. Aku suka menampakkan seakan-akan aku orang yang ahli ibadah. Tapi kalau sendirian, aku sangat suka melakukan maksiat-maksiat. Sampai suatu ketika aku sakit, sangat keras. Sudah berobat kemanapun tidak kunjung sembuh hingga keadaanku parah seperti orang yag akan meninggal.
Suatu kertika aku bilang kepada anak perempuanku, “Nak, ambilkan aku Al-Qur’an”
Kemudian diambilkanlan Al-Qur’an, dan ku baca surah Yasin. Setelah selesai, aku berdo’a, “Ya Allah. Dengan barokah surat Yasin, dengan barokah Al-Qur’an al-Adzim, hamba taubat dan janji tidak akan mengulangi kembali dosa-dosa itu jika Engkau memberikan kesembuhan”
Allah akhirnya memberikan kesembuhan. Aku aktif kembali ngaji dan beribadah dengamu. Tapi setelah sekian lama, kembali aku melakukan dosa-dosa. Aku lupa dengan janjiku kepada Allah.
Kalau sedang sendiri, aku suka melakukan banyak hal yang menyenangkan nafsu. Sampai kemudian Allah memberikan sakit sama seperti yang pertama, saking parahnya sampai aku seperti orang yang akan meninggal.
Kemudian aku bilang lagi kepada anakku untuk mengambilkan Al-Qur’an. Ku baca lagi surat Yasin dan berdo’a lagi. Allah memberi kesembuhan lagi untuk yang kedua kalinya.