Batu giok  dan smartphone android adalah dua dapur bisnis paling menggiur hingga penghujung akhir 2014. Kedua perangkat ini terlahir dari alam yang berbeda, namun setiap hari pasti akan berjumpa dalam secangkir kopi menghiasi meja warung-warung terdekat di kota kesayangan anda.
Kisah meteor coklat jatuh ke ladang gandum lalu jadilah koko krunch, bisa menjadi menjadi pelajaran menyusuri kisah batu akik jatuh ke pegunungan Aceh lalu jadilah ladang bisnis of the year. Sayangnya tidak semua kita bisa menikmati hasil dari bisnis ini, pebisnis di negeri kita semua agamanya sama ketika melihat uang. Sama seperti petani ubi yang menjual langsung ubinya setelah dipanen, padahal coba kalau ubinya dijadikan keripik dibungkus rapi dan kemudian dijual, pasti mereka tak perlu mengharap 1 juta per-KK yang hanya fotamorgana.
Setelah eksploitasi giok besar-besaran dan dijual ke luar Aceh, masyarakat kita datang mengais serpihan-serpihan air mata, mengharap butiran ajaib itu bisa menghasilkan empat mata cincin penyambung hidup keluarga. Kita terkadang membungkam tangis dengan tawa karena tidak tahu mereka telah menertawakan kita. Alam kita  telah dirusak terjual 25 juta/truk sesampai di Medan mencapai 25 Milyar/truk dengan dalih entah berantah. Semoga tanah kita jauh dari bencana. Amin!
Kembali ke persaingan Giok Stone vs Smartphone Android, dalam tulisan ini saya tidak menjelaskan tentang spesifikasi kedua benda aneh ini, lagi pula para pembaca juga sudah memahami jika ini hanya sebuah tulisan guyonan tentang benda apa yang paling populer diperbincangkan di meja warung kopi. Disana kamu akan menemukan seorang penikmat kopi bercincin delapan giok di jarinya namun tidak dengan delapan android. Kamu akan menemukan di atas meja ada puluhan giok belum diasah menjadi cincin namun tidak dengan puluhan perangkat smartphone yang belum terakit.
Sederhana saja, saya memiliki seorang teman yang jika ia meminta jajan kepada ayahnya, ayahnya akan memberikan satu butir batu giok, tidak memberikan sebuah smartphone terbaru berperangkat android. Pedih kawan!
Sebenarnya inti dari tulisan ini adalah saya ingin mengajak para pembaca lebih cerdas dalam mengeksploitasi kekayaan alam, memahami sebab dan akibatnya dan juga manfaat dan mudharatnya.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H