Socrates, filsuf yunani kuno, memberikan wejangan kepada murid-muridnya bahwa mengejar kebenaran barulah dimulai ketika kita mempertanyakan dan menganalisa tiap kepercayaan yang kita pegang. Seandainya salah satu kepercayaan lulus pembuktian, deduksi dan logika, maka kepercayaan itu layak dipertahankan. Mungkin Socrates harus tampil menjadi bintang iklan di setiap tayangan televisi terutama di stasiun yang melabeli diri berfokus pada berita. Hal ini mungkin akan sedikit ‘mebangunkan’ manusia dari kondisi yang sedang terhipnotis oleh media.
Masyarakat sedang dibingunkan oleh pemberitaan yang begitu terpukau terhadap suatu topik sehingga membuat media tersebut meluangkan waktu yang begitu panjang untuk suatu topik tertentu. Entah karena masyarkat memang butuh karena itu yang selalu dijadikan alasan oleh media, ataukah itu kebutuhan mereka untuk meningkatkan rating, atau kebutuhan sponsor dalam hal ini bisa saja pemilik media demi kepentingan tertentu. Tidak peduli masyarkat percaya, jenuh atau bosan, bahkan membuat masyarakat malas melihat tayangan berita dan juga mungkin menjadi penyebab masyarakat malas membaca dikarenakan banyak media baik televisi maupun media cetak yang ‘bergosip’. Daripada melototi tayangan yang dianggap berita namun berisi gosip, lebih baik langsung menikmati infotainment.
Jaringan berita televisi ‘dagelan’ telah melupakan kaidah pelaporan dan cenderung menjadi sumber informasi yang menyerukan opini, gosip dan ramalan keberuntungan. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk mendiskusikan aspek ‘bagaimana jika’ dan ‘bagaimana pendapat anda’ dari setiap berita. Membuat spekulasi dan memprediksi hasil akhir sebuah berita semacam ini bukan pekerjaan jurnalis. Bukan pula tugas jurnalis untuk menyuarakan opini dari pihak tertentu. Bahkan yang lebih ekstrem, atau katakanlah berbahaya, jaringan berita televisi ‘dagelan’ telah menjadi pesan ‘sponsor’.
Jika mengamati lebih cermat jaringan televisi yang ‘melabeli’ dirinya berfokus pada berita, sebenarnya lebih banyak menayangkan yang bukan ‘berita’. Memang mereka banyak berbicara tentang berita. Namun, pembicaraan merekatersebut lebih terdiri dari perkiraan, jajak pendapat, opini, pendapat para pakar, pendapat umum, tanggapan pendapat, kabar burung dan informasi yang tidak relevan. Sehingga, yang mereka informasikan bukan berita yang sesungguhnya.
Bohong bermacam-macam bentuk dan ragamnya. Kebohongan mungkin terdapat dalam kebenaran parsial, fakta yang diseleksi, kutipan informasi yang ditempatkan di luar konteksnya, perspektif sejarah yang terpotong-potong, atau fakta yang salah diinterpretasikan. Memanipulasi publik bukan perkara sulit. Jika Anda sadar bahwa ada berbagai metode penipuan , sebaiknya anda bersiap diri untuk menyaring propaganda yang hanya menyajikan sedikit fakta, yang tanpa kita sadari dibuat oleh media pemberitaan. Pelajarilah trik-trik mereka , berpijaklah pada pendirian anda, dan jadilah warga dunia yang cerdas, kritis dan bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H