Anak bertumbuh dalam jahiliyah modern
Tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional di Indonesia, maka berbahagialah anak-anak Indonesia. Semoga kelak engkau ‘meninju congkaknya dunia’ kata Iwan Fals dalam lagunya. Bait lagu menjadi ungkapan yang menunjukkan perasaan dongkol terhadap hidup di dunia yang semakin matre. Anak-anak tengah tumbuh berkembang dalam zaman jahiliyah modern, dengan disajikan berbagai fenomena, individualis, kompetisi dan pengumpulan harta. Anak-anak menjadi sangat rentan dengan kapitalisme tanpa pernah lagi merasakan indahnya masa kanak-kanak. Neil Postman mengatakan ‘tanpa rahasia, tentu saja, tidak ada masa kanak-kanak.’
Kerentanan anak-anak terjangkit oleh kerakusan kapitalisme datang dari berbagai penjuru. Tri Guntur Narwaya menganggap bahwa anak-anak tak hanya karena berpeluang dijadikan ’lahan konsumen’ pasar yang paling menguntungkan, tetapi kemungkinan jatuh menjadi komoditas yang menjanjikan. Akal budi kesadaran yang masih dalam fase transisi perkembangan sangat memungkinkan segala apa yang ’manipulatif’ dimaknai menjadi apa yang ’real dan benar’. Masa hidup yang masih membutuhkan pencarian-pencarian dasar tentang nilai-nilai hidup sangat rentan untuk mengalami kooptasi dan virus cara berpikir yang salah. Akal budi masih belum maksimal hadir seperti kebanyakan mereka yang sudah masuk dalam tahap perkembangan kedewasan bernalar dan berpikir. Sang anak tentu tidak akan cukup dalam untuk bisa menangkap atau bahkan membaca apa yang hadir di balik yang nampak secara indrawi. Akal budi masih terbatas pada bentuk-bentuk peniruan dan ketergantungan pada dunia di luarnya termasuk dalam hal ini determinasi orang tua.
Internalisasi ideologi kapitalisme dalam anak
Dalam dunia pendidikan, anak-anak ditanamkam pemahaman-pemahaman kapitalistik. Mereka diajari mengenai kebutuhan-kebutuhan manusia yang terbagi dalam kebutuhan primer dan sekunder berupa hal-hal material. Pemahaman itu membangun pondasi berpikir untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya materialis tanpa memperhatikan perbaikan moral. Sebuah diskursus perusakan moral dari dunia pendidikan. Hal ini juga tercermin dalam pemilihan jurusan-jurusan dalam perguruan tinggi, di mana ilmu praksis dan gampang diterima dalam dunia kerja menjadi jurusan favorit, termasuk dalam hal ini adalah juran akuntansi. Sehingga tidaklah mengherankan ketika orang tua menyuruh anak-anaknya agar bersekolah demi memperoleh pekerjaan. Bahkan, yang lebih memprihatinkan lagi adalah diskursus ‘sukses tanpa gelar atau sukses tanpa sekolah.’ Hal ini membuat orang tua mengajari anaknya bahwa daripada sekolah lebih baik langsung mengumpulkan harta untuk sukses.
Bukan hanya anak yang akan membentuk dirinya dan membentuk dunianya, tetapi juga dibentuk oleh orang tua dan lingkungannya. Lingkungan saat ini penuh kontradiksi yang tengah mengancam anak-anak dan juga mengancam kemanusiaan. Indonesia berada dalam mata rantai kapitalisme global yang lemah dan terbelakang, seringkali hanya menjadi sasaran modal asing (kapitalis) yang ingin mencari keuntungan di negeri kita yang kaya raya. Kapitalisme begitu kuat mencengkram Indonesi hingga tak sejengkal dan seinci pun tubuh manusia yang bisa terhindar dari jamahan kapitalisme. Dapat pula dikatakan bahwa apa saja yang dimakan, diminum, dipakai, ditonton, dinikmati adalah produk kapitalisme. Orang tua pun menjadikannya sebagai sajian sehari-hari dengan mengahadirkan televisi hingga ke kamar tidur yang menjadi corong kapitalisme untuk ‘meninabobokkan’ anak dengan rayuan produk dan ideologinya.
Harapan terhadap orang tua
Benteng orang tua sebagai penjaga dan pembentuk nilai menjadi sangat penting, meskipun banyak hal pula justru dengan menjalarnya nalar kapitalistik yang juga sudah membudaya di orang tua maka peran itu semakin hilang dan banyak hal pula justru orang tua sendiri yang menjadi agen pembantu kebertemuan antara hasrat kapitalis di satu sisi dengan hasrat anak di sisi yang lain. Inilah masalah serius yang dihadapi oleh keluarga dan terutama anak-anak saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H