Bagi orang yang terbiasa belanja ke pasar tentu sudah tahu aturan pertama di pasar adalah menawar harga. Umum diketahui bahwa para pedagang menaikkan harga untuk mendapatkan keuntungan sehingga tidak jarang kita perlu menawar hingga setengah harga yang diberikan. Para pedagang masih menerima penawaran tersebut karena mereka memang sudah menggandakan harga sejak awal.  Untungnya kita masih bisa menawar. Jualan online ternyata tidak luput dari perilaku pedagang seperti ini. Setidaknya demikian pengalaman saya ketika mencoba memperhatikan barang online dengan diskon menggiurkan. Buruknya, kita tidak bisa menawar barang dagangan online.
Sekitar sebulanan yang lalu saya melihat penawaran speaker di sebuah situs belanja online G*****N.  Diskon speaker itu sekitar 30-an persen. Demikian klaim si penjual. Saya tergoda dan akhirnya memesan satu speaker. Tiba-tiba saya tertarik untuk tahu harga sebenarnya speaker itu di pasaran. Dari beberapa situs yang saya buka, saya menjadi tahu bahwa harga diskon tersebut hanya pemanis saja karena harga aslinya dibawah pernyataan penjual. Rupanya penjual memanfaatkan kata diskon untuk memancing pembeli sehingga memberikan kesan mereka menjual dengan harga murah, padahal tidak.
Ada lagi pengalaman saya dengan situs belanja yang sama. Kali ini saya benar-benar membelinya. Sebuah blazer yang diklaim berharga sekitar 300 ribuan. Tentu saya membayangkan blazer dengan harga sekian tentu blazer yang bagus. Ini didukung dengan gambar blazer yang meyakinkan. Â Penjual memberikan diskon hingga jatuh di harga sekitar 130 ribuan. Saya memesan dan membayarnya. Saat barang itu tiba di rumah, sejujurnya bila blazer itu dijual dengan harga Rp. 50.000, saya tidak mau membelinya. Barang itu sangat mengesankan penjual hanya mengambil keuntungan saja.
Bagi saya pribadi penjualan dengan trik seperti itu menipu konsumen. Kalau memang harganya 50.000 tidak perlu bilang harganya ratusan ribu. Kemudian memberi iming diskon. Teman saya yang menekuni dunia usaha bahkan bilang itu jelas penipuan dan sangat terkait dengan pelanggaran hak-hak konsumen. Dari pengalaman tersebut, saya belajar beberapa hal.
1.Hilangkan asumsi belanja online itu murah. Harga barang di pasar tradisional  bahkan  bisa jauh lebih murah. Biaya kirim saja sudah menghabiskan belasan hingga puluhan ribu.
2.Jangan tergugah oleh gambar. Bila gambar barangnya bagus, kurangi persentase kebagusannya 30-50%. Demikianlah wujud asli barang tersebut.
3.Semakin detil penjelasan mengenai barang maka semakin bagus. Misal, barang garmen,  apakah ada jahitan kain  dalamannya atau tidak. Resletingnya terbuat dari apa, jenis kain apa dll. Semakin detil semakin menunjukkan penjual yang jujur, apa adanya.
4.Periksa berulang dari berbagai referensi bila penjual menyatakan diskon lebih dari 10%. Curigai bila diskon sudah lebih dari 20%. Pada kenyataannya setiap barang sudah ada margin keuntungan. Margin keuntungan barang elektronik yang diambil penjual umumnya sekitar 10%. Lebih dari itu, mereka takut kalah saingan dengan pedagang lain.
5.Bersiaplah untuk kecewa saat barang itu tiba di tangan. Pada hakekatnya kita cuma tahu barang itu sekilas. Harapan barang baiklah yang memicu kita memesan barang tersebut. Bila barang itu benar-benar bagus, bersyukurlah. Anda mungkin bertemu penjual yang peduli konsumen.
Semoga tulisan ini, membantu rekan-rekan untuk lebih berhati-hati belanja online. Saya yakin, ada banyak rekan-rekan yang juga memiliki pengalaman serupa. Untuk itu, mari kita bijak saat belanja online.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H