Dalam alam demokrasi peran media sangatlah penting. Khususnya dalam mengawasi peran serta tugas pemerintah. Media digadang-gadang akan menjadi mata pengawasan masyarakat. Di alam demokrasi ketika masyarakat sudah mewakilkan namanya kepada para anggota parlemen maka peran media sangat penting dalam menyorot tugas-tugas anggota parlemen tersebut.
Akan tetapi peran media tidak lagi sebagai kapasitas netral pada masa pemilu ini. Media menjadi alat politik untuk melakukan pemberitaan miring kepada sosok capres dan menjadi pusat pemberitaan positif bagi capres yang didukungnya. Hal ini juga dengan didukung oleh pemilik media yang juga ikut berpolitik.
Bahayanya adalah media memberikan peran dalam penggiringan opini masyarakat sehingga masyarakat yang awam akan memakan mentah-mentah pemberitaan yang selama ini terjadi. Media sekarang ini bukan lagi sebagai alat pemberitaan netral melainkan jasa politik yang mudah ditunggangi. Sulit pada saat ini mencari insan pers yang netral sehingga KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) seakan hanya mendiamkan.
Pada masa pemilu ini pemberitaan terpecah menjadi 2 alat politik yang menyeruak. Masyarakat dibuat bingung khsusnya masyarakat awam. Di satu media calon presiden dihujat tapi dimedia lain dipuji-puji. Masyarakat diajak untuk mendompleng kebingungan yang dilakukan oleh media-media. Sulit mencari media yang netral dalam pemberitaan. Media pada masa pemilu dan khsusnya Indonesia tidak bisa lagi memberikan dampak positif dan kenetralannya sebagai insan pers.
Peran media menjadikan masyarakat bodoh dalam berpolitik dengan digiring dengan pemberitaan yang timpang sebelah. Pembodohan politik kepada masyarakat inilah yang menjadikan media turut andil merusak tatanan dan pendidikan demokrasi kepada masyarakat khususnya masyarakat yang paling bawah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H