Tak terasa semester pertama saya mengeyam bangku perkuliahan hampir  berakhir. Ujian Akhir Semester yang tinggal dua minggu lagi sama sekali  tidak mengurangi banyaknya kegiatan mahasiswa di akhir tahun 2017 ini.  Yah, begitulah mahasiswa. Slogan yang berbunyi "jangan sampai kegiatanmu  mengganggu kuliahmu", seolah dibalik menjadi "jangan sampai kuliahmu  mengganggu kegiatanmu". Tak heran jika mayoritas mahasiswa yang aktif  berkegiatan dan berorganisasi, mengurusi acara sana-sini, kuliahnya jadi  sedikit molor. Meskipun, sedikit itu relatif sih. Masih ada yang  menganggap kuliah molor dua tahun itu masih wajar. Saya yang masih maba  ini kadang merasa getir, saya nanti lulus berapa tahun ya kira-kira?
Nah,  salah satu kegiatan rutin mahasiswa di penghujung tahun seperti ini  adalah Pemilihan Raya. Singkat saja Pemira. Kegiatan ini adalah suatu  momen upgrading untuk kepengurusan organisasi-organisasi mahasiswa di  fakultas saya, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa, Badan Legislatif  Mahasiswa, dan Himpunan Mahasiswa Jurusan. Acara utamanya,  organisasi-organisasi tersebut akan menentukan pemimpin barunya untuk  periode satu tahun kedepan. Tentu saja, pemimpin dipilih melalui  mekanisme pemilihan umum dengan seluruh mahasiswa fakultas sebagai  pemilihnya. Dibentuklah Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa. Pada dasarnya,  fungsi dan tugasnya nggak beda jauh sama KPU, hanya saja yang ini untuk  ranah mahasiswa.
Seru sekali mengamati kegiatan Pemira  ini, apalagi bagi saya yang masih berlabel maba. Bagaimana kehidupan  perkuliahan memberi ruang untuk kita para mahasiswa berproses  seluas-luasnya. Tak terkecuali, berproses untuk merasakan atmosfer  politik dan segala macam lika-likunya. Menyaksikan para kandidat calon  membeberkan visi-misi, permainan lobi-melobi, menarik massa dengan  berbagai promosi. Ini adalah pelajaran berharga bagi kita, lakon penerus  bangsa, untuk mulai melek politik. Sekalipun kita tidak ada niatan  untuk menjadi politikus, penting bagi kita untuk memahami politik  sebagai bahan kita untuk memilih siapa pemimpin kita kedepannya. Ini  adalah pengetahuan dasar supaya kita tidak menjadi pemilih yang bodoh  dan mudah disetir. Tidak menjadi rakyat yang suaranya murah dan mudah  dibeli. Ditambah lagi, ini bisa kita jadikan motivasi agar tidak menjadi  golongan putih nanti.
Syukur-syukur, bagi kita yang nanti  berkemauan untuk terjun ke dunia politik. Pengalaman perpolitikan di  lingkungan kampus seperti ini tentu menjadi pelajaran yang berharga.  Melatih agar kedepannya kita mampu menjadi pemimpin dan politikus yang  bijaksana. Berbicara soal  menjadi sosok pemimpin yang baik tidak  semudah membalikkan  telapak tangan. Dari pemimpin negara, pemimpin  daerah, pemimpin  partai, sampai ke pemimpin keluarga, semuanya  benar-benar menguras pikiran karena memliki tanggung jawab dalam  pengambilan keputusan.Â
Walaupun masing-masing punya tugas dan  tanggungjawab berbeda, namun poin  utama dari seorang pemimpin adalah  figur yang dapat  memberikan panutan kepada siapa yang ia pimpin.  Penilaian apakah ia  jujur, bijaksana, dan sebagainya, tidak  keluar  dari mulutnya melainkan tercermin dari bagaimana orang lain  memandangnya. Apalagi, negara kita saat ini sedang membutuhkan pemimpin  dan politikus yang baik dan bersih. Jika kita terus membiarkan  orang-orang jahat diluar sana menguasai perpolitikan sedangkan kita  hanya duduk dan enggan mengambil bagian, bagaimana bisa kondisi  perpolitikan negeri ini membaik?
Yang disayangkan adalah, kita  tengok seberapa besar pemuda saat ini yang melek politik. Sangat sangat  sangat sangat sedikit. Entahlah, apakah ini bukti keberhasilan dari  adanya konspirasi yang ingin memperbodoh bangsa kita? Saya tidak tahu.  Tapi melihat pemuda kita sekarang yang sudah dibutakan oleh beragam  isu-isu seperti cinta, viralisme, dan hal-hal tidak penting lainnya,  menjadikan pemuda kita semakin tak acuh dengan kondisi negara ini.Â
Semoga  kegiatan-kegiatan berorganisasi dan lika-liku perpolitikan di kampus  seperti ini mampu membangunkan kita semua. Menyadarkan kita akan  pentingnya pengetahuan politik agar kedepannya bisa memilih pemimpin  dengan pertimbangan yang baik dan benar, dan juga sebagai bekal  pelajaran bagi kita, yang tertarik menjadi politikus di kemudian hari.  Semoga kedepannya lahir figur-figur politikus besar yang dapat  memajukan dan mempersatukan negara kita tercinta, Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H