Mohon tunggu...
Afandri Adya
Afandri Adya Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Afandri Adya, penulis lepas yang juga aktif di dua organisasi nirlaba : SCALA Institute dan SCALA Foundation

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Musisi Indonesia yang Mendunia

26 Desember 2012   08:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:02 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tak kenal Anggun C. Sasmi, penyanyi Indonesia yang sukses berkarier di blantika musik mancanegara. Wanita kelahiran Jakarta 29 April 1974 ini, berhasil menggapai mimpi-mimpinya setelah pergi merantau ke Perancis. Atas bantuan seorang produser besar : Erick Benzi, pada tahun 1997 Anggun meluncurkan album internasional pertamanya yang berjudul “Au nom de la lune”. Di bawah bendera Sony Music International, album ini dipasarkan di 33 negara dan mencetak penjualan cukup besar. Lagu “Snow on the Sahara” yang berhasil meraih peringkat pertama dalam tangga lagu Asian United Chart, French Airplay Chart, dan Italian Singles Chart, merupakan singel terfavorit pada album tersebut.

Lewat album ini pula namanya mulai meroket. Di ajang penghargaan tertinggi industri musik Perancis, Victoires de la Musique, Anggun masuk nominator sebagai "Pendatang Baru Terbaik". Berkat kesuksesannya itu, ia beberapa kali diwawancarai televisi Amerika dan tampil dalam salah satu acara bergengsi : The Rosie O'Donnell Show. Selama berkarier, ia telah menghasilkan lima album internasional yang dinyanyikan dalam beberapa bahasa. Anggun juga memperoleh banyak penghargaan, seperti Diamond Export Award, The Cosmopolitan Asia Women Award, dan The Women Inspire Award. Namun dari semua penghargaan itu, yang paling mengesankan adalah Chevalier des Arts et Lettres dari pemerintah Perancis. Penghargaan ini merupakan sebuah pengakuan atas kontribusinya dalam menyebarkan kultur Perancis ke seluruh dunia.

Penyanyi Indonesia lainnya yang malang melintang di Eropa adalah Daniel Sahuleka. Jika Anggun sukses mengembangkan bakatnya di Perancis, maka Daniel memilih Belanda untuk mengasah kemampuan vokalnya. Di negara ini, Daniel telah membuat lebih dari 110 judul lagu, yang beberapa diantaranya cukup terkenal. Dari karya-karyanya yang populer, “Giddyap a Gogo” merupakan singel yang berhasil menembus Dutch Top 40. Pada tahun 1981, ia merilis album : Sunbeam, yang kemudian mendapat sambutan cukup meriah di beberapa negara seperti Italia, Jerman, Prancis, dan Jepang. Tiga tahun kemudian, album ini meraih penghargaan Edison Award sebagai album musik terbaik di Belanda. Beberapa lagu ciptaan Daniel seperti “You Make My World So Colourful” dan “Don't Sleep Away The Night”, merupakan tembang-tembang kenangan yang hingga kini masih sering diputar di beberapa stasiun radio Eropa dan Asia.

Daniel Sahuleka yang lahir di Semarang pada tanggal 6 Desember 1950 adalah seorang pria berdarah campuran. Ayahnya Simon Pieter Sahuleka berasal dari Maluku, sedangkan ibunya Joassi Charlotte Wilhelmientje Mohanab merupakan keturunan Sunda-Tionghoa. Meski telah lama berkarier di negeri Belanda, namun Daniel tak pernah melupakan asal usulnya di Maluku. Sebagai bentuk kecintaannya terhadap kampung halaman, pada tahun 2004 ia meluncurkan lagu “Berdendang” yang berirama Ambon. Tak sebatas itu, tanggal 8 September 2012 untuk pertama kalinya ia pulang kampung dan menggelar konser tunggal di Taman Budaya Ambon. Kehadirannya disana seolah memenuhi dahaga masyarakat Maluku yang biasa hanya mendengar suaranya melalui gelombang radio.

Bagi Anda yang lahir setelah dekade 1970-an, boleh jadi Anda tak pernah mendengar band legendaris asal Indonesia : The Tielman Brothers. Kelompok musik ini digawangi oleh empat orang putra Herman Tielman, salah seorang mantan kapten KNIL (tentara Indonesia-Belanda) yang berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur. Mereka adalah Andy Tielman sebagai gitaris, Reggy Tielman memegang banjo, Ponthon Tielman memainkan bass, dan Loulou Tielman menabuh drum. Belakangan bergabung pula putri bungsunya Jane Tielman sebagai vokalis. Kelompok yang semula bernama The Timor Rhythm Brothers ini, mengusung genre musik rock and roll dengan memadukan irama keroncong. Di negeri kincir angin, aliran musik seperti ini dikenal dengan nama Indorock.

Dalam perjalanan kariernya selama lebih dari 20 tahun, kelompok ini telah banyak mendapat pujian dari berbagai musisi internasional. Salah satunya adalah grup musik The Beatles, yang mengagumi permainan gitar Andy Tielman. Dari lima anggota Tielman bersaudara, Andy-lah yang paling fenomenal. Atas kepeloporannya dalam mengembangkan musik rock and roll di Belanda, publik kerap menjulikinya sebagai The Godfather of Dutch Rock and Roll. Andy juga memperoleh penghargaan bergengsi Order of the Orange-Nassau dari Ratu Beatrix, atas prestasinya mengembangkan musik pop di Belanda.

The Tielman Brothers mengawali debut internasionalnya pada tahun 1957, setelah melakukan tur keliling di negeri Belanda. Melihat masa depan yang lebih cerah, mereka akhirnya memutuskan untuk hijrah dan menetap di negara tersebut. Dalam setiap performansnya, The Tielman kerap kali tampil menghibur. Di atas panggung, tak jarang para personel mereka berguling-guling dan berjingkrak, sambil memainkan instrumen dengan teknik yang atraktif.

Dari sekian banyak musisi Indonesia yang mendunia, hanya Zubir Said yang tercatat sebagai pencipta lagu kebangsaan negara lain. Dia menjadi komposer lagu kebangsaan Singapura : “Majulah Singapura”. Zubir merupakan putra Minangkabau kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat 22 Juli 1907. Kariernya di negeri singa bermula ketika ia menjadi pemimpin sebuah kelompok opera Melayu, City Opera. Setelah itu ia lebih banyak menjadi penggubah musik untuk film-film Singapura. Tahun 1962, salah satu gubahannya untuk film Dang Anom, memenangkan penghargaan dalam Festival Film Asia di Seoul, Korea Selatan.

Atas permintaan Dewan Kota, pada tahun 1958 Zubir menggubah lagu “Majulah Singapura”. Karyanya ini kemudian dimainkan oleh Singapore Chamber Ensemble pada saat peresmian kembali Teater Victoria. Ketika menjadi daerah otonom setahun kemudian, pemerintah Singapura merasa perlu adanya lagu kebangsaan yang dapat menyatukan berbagai ras di negeri pulau tersebut. Maka diputuskanlah lagu “Majulah Singapura” yang sudah populer untuk menjadi lagu kebangsaan. Pada tahun 1965, Singapura mendapat kedaulatan penuh dari Malaysia. Sejak saat itu, lagu tersebut secara resmi diadopsi sebagai lagu kebangsaan Republik.

Selama hidupnya Zubir telah menulis sekitar 1.500 judul lagu. Atas karya-karyanya itu, maka pada tahun 1963 ia dianugerahi Sijil Kemuliaan dan Bintang Bakti Masyarakat oleh pemerintah Singapura. Delapan tahun kemudian ia menerima medali budaya dari delapan organisasi budaya Melayu. Untuk mengenang jasa-jasanya, namanya diabadikan sebagai nama jalan di depan kampus School of the Arts. Jalan ini bersimpangan dengan Orchard Road yang menjadi pusat perbelanjaan terbesar di Singapura.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun