[caption id="attachment_352342" align="aligncenter" width="560" caption="Mantan Ketua KPK Abraham Samad Ketika Menjadi Narasumber Pemberantasan Korupsi di Unhas 2014 Silam (Sumber Foto : www.identitasonline.net/Esa Ramadana)"][/caption]
Di era kedigjayaan dan keemasan, Abraham Samad (AS) dielu-elukan penuh kebahagiaan. Dia menebar salut dan sanjungan dalam gelora dan langkah keperkasaan menindak KKN dan mengirimkan petinggi elite negeri di balik jeruji besi. AS ibarat menjadi sebuah kepingan kekaguman yang meretas harapan dalam belantara penjarahan dan pesta keserakahan mafia bangsa.
Dalam serangan bertubi dan kekalutan tajam, Abraham pasti sedang bertanya-tanya di mana hiruk-pikuk sang pengagum kini. Diam tak berkutik, canggung penasaran atau apatis berbalik arah dengan desas-desus dosa yang berhembus dan bertebaran meringkuknya.
Di sisi Abraham, kekuatan kesetiaan yang kini berhimpun justru bukan dari asal-usul tempatnya dilahirkan, dibesarkan, dan dibanggakan. Kampus tempat Abraham muda menuntut ilmu dan menempa intelektualitas dari jenjang sarjana hingga doktoral praktis tidak menunjukkan simpati dan pembelaan sedikit pun, setelah seringkali AS digaungkan sebagai salah satu alumnus terbaik proses akademis kampus merah selain Wakil Presiden Jusuf Kalla, Mantan Ketua Mahkamah Konsitusi Hamdan Zoelva, dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Di ujung kekalahan dan ufuk pengzaliman, aura pengklaiman identitas tersebut memudar dan tak berdaya.
Seorang punggawa KPK dari Kampus Unhas menyampaikan uneg-uneg di sebuah grup perkawanan media sosial (medsos). Dia gundah ketika mahasiswa dan alumni dari sejumlah perguruan tinggi membangun benteng perlawanan terhadap kriminalisasi KPK Rabu 18 Februari 2015 di Gedung KPK Kuningan, ternyata mahasiswa dan alumni Unhas praktis tak terlihat menunjukkan solidaritas perjuangan atau setidaknya perkawanan mereka kepada Abraham Samad. Padahal undangan via FB dan whatsup sudah disebar berulangkali untuk mengingatkan datang dalam rangka menyatakan komitmen dukungan kepada KPK dan Pimpinan KPK.
Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI) menjadi kekuatan besar di Gedung KPK. Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Padjadjaran (Unpad) tak mau kalah, begitu pun dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Sumatera Utara (USU) dan Universitas Parahyangan (Unpar) juga hadir tak ingin ketinggalan. Bahkan alumni dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado yang notabene berdekatan dengan Sulawesi Selatan (Sulsel) dan tidak punya pertalian emosional sejarah dengan Abraham turut hadir memberikan suntikan moral kepada Pimpinan KPK, dalam aksi di Kuningan Rabu 18 Februari 2015 tersebut.
Rektor UI Prof. Muhammad Anis terang-benderang menyatakan sikap resmi atas polemik institusi dan Pimpinan KPK yang membahayakan pemberantasan korupsi dan mengancam kewibawaan sistem hukum. Pada poin terakhir, sang rektor mengedepankan ajakan kepada seluruh pimpinan fakultas, mahasiswa, serta alumni perguruan tinggi di Indonesia untuk tidak tinggal diam melihat kondisi pemberantasan korupsi.
[caption id="attachment_352343" align="aligncenter" width="528" caption="Demo Civitas Akademika UI Rabu 19 Februari 2015 di Gedung KPK (Sumber Foto : www.skalanes.com)"]
Salah salah seorang kawan menggerutu, di mana Unhas, di mana? Teman lainnya merajut dan bersedih, kenapa Unhas tidak larut dalam kerumunan gelombang massa tersebut, menggunakan jaket kebanggaan almamater berwarna merah dengan logo ayam jantan dari Timur, sebuah simbol keberanian tak bertepi untuk kebenaran dan kebaikan.
Gelegar keberanian, kepekaan, dan pembelaan untuk KPK dan Abraham Samad tersebut juga tak terdengar menggaung dari sang Rektor Unhas Prof. Dwia Ariestina Pulubuhu. Beliau diam seribu bahasa, tak ada sikap resmi sebagai pucuk pimpinan tertinggi Unhas.
Sang kawan mempersoalkan tentang kekompakan dan kekuatan alumni Unhas, di tengah massa perguruan tinggi yang bersatu padu dari mahasiswa, angkatan muda, angkatan tua, dosen, guru besar, birokrat pun eksekutif berbagai korporasi.
Tentang realitas aksi massa tersebut, saya pun meringis karena seorang sahabat muda alumni Unhas tampak memilih dan (mungkin lebih bangga) berada di jamaah almamater kuning UI ketimbang sendirian mengenakan jaket almamater merah Unhasnya.
Dalam benak saya mungkin sang sahabat tersebut sungkan dan kikuk sendirian meneriakkan dan mengklaim suara alumni Unhas, ketika civitas akademika pun insitusi Alumni masih diam seribu bahasa dan terkesan wait and see dengan masalah KPK terkhusus musibah untuk Abraham, dalam pergolakan massa di Kuningan pada hari itu.
Saya pun bertanya-tanya di mana posisi alumni Unhas dalam pergulatan duka salah seorang alumni dan wacana kebangsaan tersebut, setelah sebelumnya begitu bersemangat menunjukkan kekuatan jaringan dan persatuan persaudaraan dalam tema Let Us Be United dalam reuni nasional Unhas 30 Agustus 2014 di Pantai Carnaval Taman Impian Jaya Ancol dengan kehadiran massa berjumlah besar yang ada di Jakarta maupun hadir langsung dari Sulsel.
Ketika menyampaikan orasi perlawanan ‘terakhirnya’ sebagai Pimpinan KPK Rabu lalu, Abraham sudah tak mendidih dan segarang biasanya. Dia seakan mulai menakar diri dan memahami posisinya yang tersudut dan terbatas. Dia berujar dengan sederhana, dia bukan malaikat dan bukan penjahat. Tapi mungkin beliau pasti bertanya dengan rindu di mana Unhas, di mana almamater kebanggaannya yang selama ini membanggakannya penuh takzim.
[caption id="attachment_352344" align="aligncenter" width="302" caption="Demo Alumni Unhas Dipimpin Langsung Ketua IKA Unhas se-Jabodetabek Andi Razak Wawo (Sumber Foto : www.beritasatu.com)"]
Dua hari berselang, Jumat 20 Februari 205, mengenakan baju putih dan ikat kepala merah putih bersama iringan sakral musik tradisional pagangrang, sejumlah alumni Unhas dipimpin langsung Ketua IKA Unhas se-Jabodetabek Andi Razak Wawo akhirnya hadir di Gedung KPK menyerukan optimisme perjuangan, menguatkan semangat  kebajikan, serta tak kalah penting menggemakan simpati moral untuk Abraham Samad atas kriminalisasi naas yang menghadang beliau.
Meski tak lagi berkantor di gedung tersebut, Abraham tentu bersukacita masih ada pesan ‘cinta’ dan kepercayaan untuknya dari kawan sealmamater kampus merah. Kini dia bisa pulang ke kampung halaman, tanpa perlu merasa sendirian dan kalah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H