Mohon tunggu...
Muhamad AfandiFitra
Muhamad AfandiFitra Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

Mahasiswa Ilmu Politik Unand

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dinamika Gerakan Sosial di Indonesia dari Masa ke Masa

11 Juli 2023   08:00 Diperbarui: 11 Juli 2023   08:04 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerakan sosial merupakan aktivitas sosial berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan kelompok informasi yang berbentuk organisasi, berjumlah besar, atau individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkapampanyekan sebuah perubahan sosial. Anthony Giddens, mengartikan gerakan sosial sebagai suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau gerakan mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif. Sedangkan menurut Charles Tily gerakan sosial merupakan serangkaian aksi yang dilakukan secara terus-menerus atau berkelanjutan, yang menunjukan pertentangan dari masyarakat awam terhadap kelompk lain, serta dapat dijadikan sarana utama bagi masyarakat awam untuk turut serta pada kegiatan politik. Dari beberapa pengertian di atas, secara singkat gerakan sosial merupakan suatu bentuk aksi bersama yang bertujuan untuk melakukan reorganisasi sosial, baik yang diorganisir secara rapi maupun tidak.

Sebuah tindakan perlawanan dapat dikatakan sebagai Gerakan Sosial tentunya memiliki persyaratan. Persyaratan tersebut adalah adanya jaringan sebagai media untuk menyebarkan ide-ide dalam melakukan tindakan yang dilakukan bersamaan dengan krisis yang terjadi sebagai penyebab munculnya sebuah tindakan perlawanan dan upaya untuk mengorganisasi masyarakat yang tertarik dan memiliki satu pandangan yang sama. Sebuah gerakan bisa dikatan sebagai gerakan sosial apabila menenuhi ciri-ciri berikut, yaitu: 1) gerakan sosial dilakukan secara kolektif (sekelompok orang yang membentuk satu kesatuan): 2) terorganisir maksudnya yaitu gerakan sosial harus mempunyai tujuan, stuktur, dan akses yang jelas; 3) memiliki ideologi dimana sebuah gerakan sosial harus memiliki dasar yang menentukan arah gerakan; 4) dilakukan dalam waktu yang panjang; 5) bersifat dinamis; 6) mengandung nilai-nilai sosial; 7) mengwujudkan kepentingan bersama.

Gerakan sosial di Indonesia sudah ada semenjak masa kolonial. Organisasi yang menjadi pencetus gerakan sosial di Indonesia yaitu Boedi Uetomo. Pada tanggal 20 Mei 1908, atas prakarsa Dr.Wahidin S dan para Pemuda STOVIA, seperti Sutomo, Gunawan, Suradji dan Suwardi Suryaningrat mengadakan rapat pertama di Jakarta, dan berhasil mendirikan perkumpulan yang diberi nama Boedi Oetomo. Disinilah titik awal berdirinya perkumpulan-perkumpulan yang menjurus kepada sifat nasionalisme dan patriotisme, karena setelah berdirinya Boedi Oetomo maka bermunculanlah perkumpulan-perkumpulan dan pergerakan yang bersifat luas antara lain, Serikat Dagang Islam tahun 1909, Indische Party tahun 1913. Muhammadiyah tahun 1912, Nahdhatul Ulama tahun 1926. Lahirnya Boedi Oetomo, 21 Mei 1908, mengawali gerakan pemuda Indonesia dalam sebuah organisasi modern. Pahit getirnya perjuangan bangsa Indonesia jauh sebelum 1908 mencatat begitu banyak kenangan berharga dan begitu banyak kenangan yang mengharukan, semua ini membangkitkan kebanggaan pada tentang apa yang akan diperbuat pada masa yang akan datang.

Selanjutnya pada tahun 1918-1928 gerakan sosial di Indonesia diwarnai dengan pendirian berbagai perkumpulan kepemudaan diantaranya Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong Pasundan, Jong Batak, Pemuda Betawi dan lain-lain. Para pemuda inilah yang mengadakan kongres pemuda pertama tahun 1926 yang menghasilkan perlunya mencanangkan suatu organisasi pemuda tingkat Nasional. Dan atas usul perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) sebagai organisasi kemahasiswaan pertama pada tanggal 26-28 Oktober 1928 diadakan kongres pemuda kedua. Sumpah Pemuda kedua berlangsung di Batavia, setelah mereka mengadakan pembahasan, mereka sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika bangsa Indonesia ingin merdeka, bangsa Indonesia harus bersatu. Untuk itu mereka bersumpah yang terkenal dengan nama Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada akhir kongres yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928.

Pada tahun 1928-1938 gerakan sosial banyak didominasi dengan munculnnya partai-partaiyang berjuang di dalam parlemen (volksraad) maupun pada ranah sosial masyarakat. Pada tahun-tahun ini, juga dibentuk organisasi saya yang menghususkan pada gerakan pemuda, misalnya Pemuda Ansor (Pemuda NU tahun 1934), Pemuda Muhammadiyah tahun 1932. Pemuda Muslimin (1932), Nasyiatul aisyiyah (1931).

Dekade 1938-1948 gerakan sosial lebih berbentuk perlawanan pemikiran dari pada fisik lewat partai-partai yang dibentuk. Tahun 1942, pecah Perang Asia Timur Raya. Jepang masuk dan menguasai Nusantara. Maka dimulailah perlawanan pemuda-pemuda Indonesia kembali pada perlawanan fisik melawan penjajah. Jepang yang saat itu menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia justru mengalami kekalahan setelah bom atom meledak di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945. Dengan demikian, pemuda Indonesia (golongan muda) mendesak supaya pemimpin (golongan tua) segera memproklamirkan berdirinya Republik Indonesia. Akhirnya Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dibacakan oleh Soekarno dan Hatta. Hal ini dilakukan setelah pemuda mendesak mereka, bukan menunggu kompromi dengan pemerintah Jepang.

Setelah kemerdekaaan tahun 1928-1958 gerakan di Indonesia kembali kegerakan yang mengandalkan fisik karena munculnya intervensi dari Belanda hingga berlangsungnya Konferensi Meja Bundar tahun 1949 di Den Haag, Belanda. Pada saat-saat inilah para pemuda yang tergabung dalam berbagai organisasi pemuda, baik yang nasionalis meupun keagamaan bermunculan. Hal ini adalah sesuai dengan atmosfer perjuangan pasca perang kemerdekaan, yaitu perjuangan ideologi dan mencari identitas bangsa Indonesia.

Berlanjut pada tahun 1958-1968 Organisasi-organisasi pemuda yang lahir pada dekade ini adalah Generasi Muda Mathlaul Anwar (1956), PMII (1960), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM tahun 1964), Gema Budhis (1968) dan lain-lain. Kelahiran mereka yang secara ideologis muncul dengan asas agama merupakan strategi untuk memperkuat jaringan ideologis-sosial-politik pemuda dalam memperjuangkan identitas pada masa memasuki era revolusi 1965-1966. Masa revolusi 1966 adalah puncak gerakan mahasiswa dan pemuda dalam memperjuangkan perubahan nasib bangsa. Pemuda dan mahasiswa terlibat secara langsung pada masa revolusi tersebut, yang juga mengakibatkan beberapa konflik fisik, seperti pembantaian kader-kader (pemuda) PKI oleh pemuda-pemuda lawan ideologi-politik lain. Pada saat Soeharto diangkat sebagai pejabat Presiden RI, pemuda mendukung penuh. Bersama dengan ABRI.

Memasuku orde baru tahun 1966-1998, gerakan sosial pemuda kembali bangkit karena pemerintahan dibawah kendali Soeharto banyak yang menyimpang. Gerakan pemuda kembali terkonsolidasi secara nasional pada tahun 1973-1974. Peristiwa Malari 1974 adalah puncak gerakan pemuda atas kebijakan pemerintah Orde Baru yang tidak transparan. Pemuda/mahasiswa merasa makin ditinggalkan oleh pemerintah, sehingga pada peristiwa Malari ini banyak pemuda yang ditangkap oleh pemerintah Orde baru seperti Syahrir, Arif Budiman dan lain-lain.

Gerakan sosial mahasiswa semakin memuncak pada tahun 1998 karena krisis moneter yang menimpulkan krisis multidimensional di Indonesia. Hal ini menimbulkan memunculkan perlawanan yang lebih kongkrit oleh pemuda/mahasiswa. Banyak gerakan pro-demokrasi yang muncul bersama gerakan pemuda/mahasiswa lainnya melakukan koordinasi nasional dengan memunculkan gerakan reformasi. Reformasi membuka kesempatan kepada ormas pemuda dan mahasiswa untuk kembali pada asas mereka semula.

Pasca reformasi gerakan sosial tampak hilang timbul. Para pemuda dan mahasiswa yang memperjuangkan reformasi banyak yang lupa terhadap semangat reformasi itu sendiri. Tidak jarang juga ditemukan pemuda yang ikut dalam gerakan sosial untuk memperjuangkan reformasi dulu yang sekarang menjabat sebagai pemerintah justru bersikap arogan dan melupakan nilai-nilai reformasi. Sehingga tantangan yang dihadapi pada saat ini adalah bukan semata-mata pemerintah dan kebijakannya, tetapi internal pemuda sendiri yang tidak konsisten dalam memperjuangkan reformasi. Pemuda sulit independen, justru pemuda banyak yang berjuang demi kepentingan kekuasaan dan partai politik. Bukan memperjuangkan kepentingan rakyat dan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun