Mohon tunggu...
Weni Adityasning Arindawati
Weni Adityasning Arindawati Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Singaperbangsa Karawang

Alumni Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Alumni dari Sekolah Pascasarjana UGM program studi Kajian Budaya dan Media. Saat Ini aktif mengajar di Universitas Singaperbangsa Karawang dan tergabung dalam Jaringan Pegiat Literasi Digital (JAPELIDI)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Membongkar Tatapan Visual Erotik Part 1

10 April 2012   05:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:48 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13340350051843759298

Analisa film "Perempuan Punya cerita" di bagian Cerita Pulau mengandung banyak hal yang bisa dikaji dari sudut pandang mengenai objek tatapan penonton (pengamat) ketika menyaksikan film. Seorang kritikus feminis, Laura Maulvey, menjadi rujukan para pengkaji film dan sastra meskipun kritik terhadapnya juga banyak. Laura Mulvey dalam artikelnya berjudul "Visual Pleasure and Narrative Cinema" ini menaruh perhatian pada media visual dan narasi dari film yang membongkar 'kuasa' hegemonik dari cara tatapan pengamat menggunakan sudut pandangan kamera. Disebut hegemonik karena dibalik 'kuasa' itu terdapat mental representasi dari perangkat para pembuat film, baik itu produser, sutradara, dan lainnya maupun dari struktur ruang gedung bioskop itu sendiri. Konstruksi mental dari representasi tersebut bervariasi. Selanjutnya saya akan menguraikannya menggunakan film ini: Adegan Pertama Pada adegan pertama di ruang periksa dokter ini, pengamat sudah dihadirkan dengan scene yang sensasional. Pengambilan gambar satu objek (one shoot) dengan teknik eye level , yaitu posisi kamera yang sejajar dengan objek, objek ini adalah seorang pasien perempuan yang menderita kanker. Pertanyaannya, mengapa objek yang disorot ini perempuan? Pengamat perempuan bisa saja memandang 'representasi dirinya' ke dalam objek tersebut. Sehingga sebagai dirinya yang menjadi objek tatapan siapapun ketika memandang 'dirinya' seolah kesenangan, ini yang dinamakan sebagai tatapan schopophilia. Schopophilia merupakan pandangan dengan sengaja untuk memperoleh kesenangan (pleasure in looking), "menggunakan dirinya sebagai objek, menundukkan mereka pada tatapan yang mengendalikan", kata Mulvey. Sedangkan, objek yang direpresentasikan sebagai dirinya (baca: pengamat) berkembang menuju aspek 'narsistiknya'. Gerakan kamera bergerak seolah mendekati objek dengan menggunakan zoom in , mengesankan objek lebih dramatis dan dibuat eksotis. Selain itu, ruangan dibuat gelap dan cenderung mengaburkan objek lainnya yang berada di ruang periksa tersebut, ini juga yang menjadi bagian mencirikan aspek penekanan objek perempuan. Sorot lampu hanya menunjuk pada pasien perempuan itu. Dalam kacamata Laura Mulvey, sorot kamera yang dipaparkan tadi adalah pandangan kamera yang merepresentasikan khalayak (audience) untuk mengesankan suatu bentuk kesenangan (pleasure) dengan mengidentifikasikan objek perempuan sebagai tatapan erotik dan stimulasi seksual (sexual stimulation) melalui aktifitas melihat (sight). Tubuh telanjang seorang perempuan (pasien) adalah wujud dari pandangan yang erotik. Sebab mata kamera hanya menampilkan tubuh perempuan (badan dari pinggang ke atas). Tampak lah tubuh bagian atas yang sedang di-scan untuk memeriksa kanker payudara. Selain itu, pada sisi siluet 2 dimensi berbentuk tubuh itu terproyeksikan di dinding. Tubuh ini kemudian bisa menstimulasi pandangan kesenangan terutama laki-laki yang melihat tubuh perempuan bertelanjang dada. Karena pandangan yang eksotis, atau akibat ada stimulasi seksual maka kamera melakukan zoom in. Bagi perempuan yang mengamati objek ini terdorong untuk merepresentasikan dirinya. Maka pada saat inilah fase cermin (mirror stage) miliknya Lacan yang dijadikan dasar teorinya Mulvey ini terjadi. Pada gambar ini dalam matriks pikirannya, recognition/misrecognition, dan identifikasi dibentuk secara simultan. Pada tahap ini ia mulai mengidentifikasikan subjektifitas dirinya dengan 'dirinya'.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun