Kesenian sendiri merupakan sebuah bentuk ekspresi manusia dalam mengungkapkan perasaanya. Melalui musik, tarian, dan nyanyian mereka berkreasi berdasarkan imajinasi dan perasaan sehingga menjadi kesenian. Begitu juga dengan kesenia Lengger, tari Lengger merupakan hasil dari kreatifitas masyarakat.
Lengger merupakan kesenian asli dari Banyumas. Kesenia lengger merupakan sebuah seni pertunjukan tari yang pada umumnya dibawakan oleh 2 sampai 4 penari.Â
Kata lengger sendiri merupakan gabungan kata yaitu, "leng" dan "jengger" yang dimana kata "leng" dimaksudkan dengan gender perempuan sedangkan kata "jengger" memiliki maksud gender laki-laki (Koderi, 1991: 60). Dengan demikian maksud dari "Darani leng jebule jengger" adalah dikira perempuan ternyata laki-laki. Â Maka dari itu, awal mula lengger ditarikan penarinya seorang laki-laki yang memerankan perempuan.Â
Mereka berpenampilan menyerupai perempuan seperti menggunakan mekak (pakaian atasan), kain jarik, dan sampur. Untuk kepala mereka juga menggunakan sanggul yang diberi hiasan bunga melati dan juga mentul (tusuk konde).Â
Tak lupa juga dengan perhiasan lainya seperti kalung, gelang, dan anting-anting sehingga tampak selayaknya perempuan. Namun, sekarang ini lengger tidak lagi ditarikan oleh penari laki-laki, tetapi dipentaskan oleh penari perempuan. Walaupun masih ada beberapa penari laki-laki yang menarikan tari Lengger dan itupun hanya segelintir.
Tari Lengger yang berkembang didalam masyarakat Banyumas masih terkait dengan tradisi dan tata upacara adat yang kuat. Sehingga dapat dikatakan bahwa tari Lengger adalah sebuah cara masyarakat untuk keperluan upacara dalam menjalankan kehidupannya (Rahayu, 2013: 4).Â
Sebagai kesenian yang berkembang secara turun temurun, dalam hal ini tari Lengger memiliki nilai luhur bangsa. Dengan demikian perlu adanya generasi-generasi penerusnya yang harus melestarikannya.
Tarian yang diiringi dengan gamelan utama calung ini merupakan salah satu kesenian crossgender. Menurut maestro tari Indonesia, Didik Nini Thowok mengatakan kalau kesenian crossgander merupakan kesenian yang bernilai tinggi. Di Indonesia sendiri seni tradisi crossgander sudah ada sejak abad ke-18.Â
Di Banyumas khususnya, gejala crossgander atau silang perang terjadi karena kebutuhan duniawi, yaitu untuk hiburan. Ari Styorini (2012: 122) menjelaskan bahwa waria bukan sedang meniru yang asli melainkan hanya menginspirasikan karena yang asli sebenarnya tidak ada. Hal ini sekaligus memparodikan anggapan-anggapan feminitas dan maskulinitas.
Dalam tari lengger sendiri mengenai perbedaan feminitas dan maskulinitas memiliki dua sisi yang berbeda. Dimana mereka para penari hanya melakukan peran silang diatas panggung saja, sedangkan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari mereka tetap menjadi laki-laki. Sebagai salah satu tokoh ternama Lengger Banyumas adalah Dariah.Â
Beliau yang sudah merasakan indhang lengger sejak baligh mendapat kepercayaan masyarakat untuk menjadi lengger. Sampai beliau terkenal dengan Lengger Dariah walauapun sebenarnya beliau tetap seorang laki-laki.Â