"Kamu seharusnya bersyukur!"
Pernyataan itu bagai sebutir peluru yang masuk ke dalam dada. Membuat sesak dan berantakan. Ketika aku sedang mengungkapkan isi hati, ternyata malah disuruh bersyukur? Apa tidak salah?
Bagaimana bisa aku bersyukur ketika semuanya berantakan? Keadaan finansial sedang menurun. Proyek-proyek dihentikan, bahkan gaji terakhir juga belum bisa dicairkan. Apanya yang mau disyukuri?
Bersyukur dalam Keadaan Apapun
Walau saat itu rasanya benci setengah mati karena mendapatkan nasehat, bukannya dukungan saat curhat, tetapi aku masih bisa menahan diri. Bisa saja yang dia ucapkan adalah kebenaran. Tak ada salahnya aku praktikkan walau keadaan mentalku sedang kacau-balau.
Segera kuingat nasehat dari seorang motivator. Belajar bersyukur bisa dilakukan dengan cara yang sederhana. Pertama, ambil buku dan bolpen lalu lihat sekeliling. Catat apa saja yang ada di sekitar, yang bisa disyukuri.
Lantas kucatat semuanya. Pertama, aku bersyukur karena sudah punya rumah sendiri. Kedua, Allah mempercayakanku untuk memiliki seorang anak laki-laki yang sehat. Ketiga, masih ada beras dan telur di dapur.Â
Tak terasa daftar yang harus kusyukuri semakin panjang. Ternyata benar, yang kurang adalah rasa syukurku. Hentikan mengeluh, perbanyak rasa syukur.
Bersyukur Membawa Vibrasi Positif
Kulakukan ritual menulis jurnal syukur ini hampir tiap hari. Apa yang terjadi? Bagaikan keajaiban. Job satu-persatu mulai berdatangan. Bayarannya tak hanya rupiah tetapi juga dollar.