Tragedi di Stadion Kanjuruhan menghentak seluruh Indonesia, bahkan seluruh dunia. Ketika jiwa-jiwa melayang karena kekacauan, netizen pun berkomentar macam-macam. Ada yang bersedih karena kasihan kepada para korban. Namun ada pula yang menyalahkan Arema dan Aremania yang dianggap tidak tertib.
Memang tidak ada sepakbola yang seharga nyawa. Namun dari kejadian hari minggu berdarah itu, aremania harus instropeksi. Sebagai suporter yang pernah menyandang sebagai suporter terbaik di era Ligina (tahun 2000) mengapa sekarang jadi seperti ini?
Banyak yang menyalahkan aremania. Menganggapnya norak, terlalu fanatis, dan lain-lain. Rasanya aku ingin membalas semua komentar netizen yang memojokkan aremania padahal keadaan di lapangan bukan murni kesalahan kami.
Padahal kami hanya terlalu cinta pada AREMA terutama ketika sudah dipimpin oleh pelatih Javier Rocha. Cinta yang berujung pada kesedihan.
Di dalam lirik lagu aremania ada kata-kata: jiwa kami, harta ini, untuk Arema. Dan ternyata di Stadion Kanjuruhan semuanya terjadi seperti kemarin. Bukan kelabu tapi hitam-sehitam hitamnya.
Apakah aku haris berteriak "aku malu jadi aremania?" Tolong jangan cemooh kami. Maafkan kami. Kami masih cinta sepakbola. Kami rindu hiburan di kala pandemi. Kami suka nonton sepakbola.
Masih banyak aremania lain yang tertib, yang rela datang jauh-jauh dari luar kota. Tolong jangan serang aremania karena kita semua sama-sama pecinta sepakbola.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H