Ketiga, semakin besar ukuran kelompok maka akan semakin kecil effort yang akan dikeluarkan oleh masing-masing anggota kelompok dan berakhir pada “menyepelekan” tugas kelompok.
Keempat, merasa orang lain lebih bisa daripada diri. Hal ini sering kita rasakan bukan ? Individu akan merasa ada orang yang lebih kompeten untuk melakukan tugas kelompok dibandingkan dirinya, sehingga individu akan menyerahkan sebagian besar tugas pada mereka yang dianggap kompeten daripada dirinya. Ditambah jika tugas tersebut dievaluasi secara kelompok bukan individu.
Kelima, kurangnya koordinasi kelompok dapat membuat kerangka penugasan yang buruk dan tidak terstruktur sehingga setiap anggota kelompok tidak mengerti apa yang harus mereka kerjakan dan berakibat pada menurunnya motivasi untuk mengerjakan penugasan kelompok.
Penyebab-penyebab social loafing terkadang bermuara pada fenomena free rider. Menurut M. Hoog, G. Vaughan free rider adalah fenomena ketika “Memperoleh manfaat keanggotaan kelompok dengan menghindari biaya, kewajiban keanggotaan dan dengan membiarkan anggota lain menanggung biaya tersebut.” (2011;285) atau biasa kita kenal sebagai “numpang nama” .
Social loafing dalam kelompok memiliki dampak negatif yang dapat menurunkan performa kinerja suatu kelompok. Ketika seharusnya hasil kerja kelompok dapat maksimal menjadi minimal karena hasil kerja merupakan hasil dari effort beberapa anggota kelompok dan bukan semua anggota kelompok.
Oleh karena itu, penting adanya upaya untuk meminimalisir terjadinya social loafing atau kemalasan sosial ini dalam suatu kelompok. Berikut upaya-upaya untuk mengurangi fenomena social loafing dalam kelompok.
Pertama, melakukan perbaikan dalam koordinasi melalui komunikasi yang baik antar anggota kelompok, sehingga akan terbangun rasa saling membutuhkan satu sama lain dan membangkitkan motivasi untuk mengerjakan penugasan bersama. Serta dengan adanya koordinasi yang baik anggota kelompok akan merasa dibutuhkan dan terlibat dalam pengerjaan project kelompok.
Kedua, leader harus lebih tegas terhadap anggota kelompok untuk mengantisipasi kinerja anggota kelompok yang berbeda-beda. Sehingga dengan adanya leader yang tegas dalam kelompok akan membangun rasa tanggung jawab diantara anggota kelompok untuk mengerjakan penugasan yang telah dikoordinasikan.
Ketiga, memiliki deadline penugasan ataupun aturan dan tujuan yang jelas. Sama hal-nya dengan koordinasi dengan adanya deadline dan aturan yang jelas akan membuat anggota kelompok merasa lebih mudah dalam mengetahui batasan-batasan apa yang mereka kerjakan dan kapan harus menyelesaikannya. Secara tidak langsung hal ini akan meningkatkan motivasi anggota kelompok untuk menyelesaikan tugas mereka.
Terakhir, memberikan reward kepada anggota kelompok, tujuannya untuk meningkatkan semangat anggota kelompok. Ketika seseorang dihargai upaya dan kerja kerasnya maka secara tidak langsung individu akan merasa dihargai dan lebih semangat untuk mengerjakan penugasan kelompok.
Dari pemaparan di atas diharapkan pembaca dapat mengetahui lebih alasan dibalik malasnya bekerja dalam kelompok yang berakibat dalam menurunnya performa kinerja kelompok, sehingga dapat menjadi tambahan untuk memperbaiki perilaku social loafing dalam kehidupan sehari-hari.