Dua cangkir kopi lesap perlahan di kecapan Kirana. Malam ini ia begitu sibuk membolak-balikan buku astrofisika, sembari sesekali melihat ke layar komputernya. Sudah dua tahun ia meneliti situs Gunung Padang. Kirana ingin memecahkan misteri pada prasasti yang tidak sengaja ditemukan oleh sekelompok petani beberapa tahun silam.Â
  Sebagai seorang astronom, Kirana sebenarnya tidak mempunyai kewajiban untuk mempelajari dan menafsirkan apa yang tertulis pada prasasti ini. Namun, dorongan seorang teman dari UGM yang mengklaim mereka berhasil mendekripsikan tulisan kuno yang ada pada prasasti berumur tiga puluh lima ribu tahun sebelum masehi ini membuatnya tergerak.Â
  "Kirana, kau harus melihatnya. Ini bisa mengubah pemahaman kita tentang sejarah," katanya.
  Permasalahannya, baik sejarawan maupun arkeolog, belum satu pun yang memahami sepenggal kalimat yang berhasil didekripsi. Mereka berspekulasi bahwa situs Gunung Padang dulunya adalah piramida yang jauh lebih tua dibanding Piramida Giza di Mesir, tetapi teori ini masih samar dan penuh tanda tanya. Kirana mengingat betapa sulitnya meyakinkan rekan-rekannya akan pentingnya penelitian ini. Terkadang, ia merasa seperti seorang pelukis yang berusaha menggambar dengan warna yang hilang.
  Kirana berkali-kali menoleh ke monitor komputernya. Tangannya tak henti mencakar angka-angka dengan berbagai rumus astrofisika di atas kertas. Keyakinannya bahwa misteri di balik angka-angka ini hanya bisa dipecahkan dengan matematika dan fisika begitu kuat, meskipun hasilnya nihil setelah dua tahun bekerja keras.
  Di tengah rasa frustrasi, Kirana teringat akan wajah temannya yang penuh semangat. Namun, keraguan mulai menghampiri. "Apakah aku membuang waktu?" gumamnya, menatap langit malam melalui jendela. Bintang-bintang berkelip seakan menjawab, memberi harapan di tengah kegelapan.
  Ia menghela napas, merasakan berat di dadanya. Dalam sekejap, pikiran untuk menyerah melintas. Namun, saat ia memikirkan semua penelitian yang telah dilakukan, semua malam tanpa tidur dan semua kopi yang telah ia minum, ia tahu bahwa menyerah bukan pilihan.Â
  Kirana mengeraskan tekadnya. "Aku harus mencoba satu cara lagi," bisiknya. Dengan semangat baru, ia kembali menatap layar, mencari petunjuk di antara angka-angka yang membingungkan. Mungkin, di balik semua kesulitan ini, ada jawaban yang menunggu untuk ditemukan.
  Malam ini, sesuatu terasa berbeda. Ketika Kirana meneliti deretan angka yang tampak acak, matanya tertuju pada satu pola yang tidak biasa. Angka-angka itu seolah-olah membentuk sebuah koordinat. Dengan cepat, ia memasukkan angka-angka tersebut ke dalam sistem pemrogramannya dan menunggu hasilnya.
  Beberapa detik kemudian, layar komputernya menampilkan peta yang menunjukkan lokasi yang tidak jauh dari Gunung Padang---sebuah titik yang tersembunyi di hutan lebat. Jantungnya berdebar kencang. Apakah ini petunjuk yang selama ini dicari?
  Kirana memutuskan untuk berangkat ke lokasi tersebut. Ia mengemas laptop, catatan, dan beberapa peralatan dasar, lalu melangkah keluar. Malam itu, bintang-bintang bersinar terang, seolah memberi semangat pada langkahnya.