Bukan barang baru, kasus penipuan lewat telepon yang sering terjadidi linkungan sekitar kita. Tapi semakin lama bukanlah semakin surut, justru semakin berkembang mengikuti perkembangan jaman, dan kita sebagai konsumenlah yang selalu menjadi korban. Banyak sekali kasus penipuan yang terjadi, dan salah satunya pernah dialami teman saya.
Sebut saja Farhan, dia seorang pelajar asli Kalimantan yang sedang nyantri di suatu ponpes di ponorogo. Ceritanya nih, pada suatu hari ibunya yang ada di Kalimantan mendapat telepon dari nomor tak dikenal yang mengaku bahwa dia adalah seorang dokter di RS Aisyiah Ponorogo (sebut saja Juple) yang memberi tahu bahwa anaknya yang bernama Farhan mengalami kecelakaan parah sehingga harus dioperasi. Sang ibupun langsung PANIK dan misi pertama Juple berhasil. Tanpa basa basi si dokter alias juple tadi meminta transfer biaya operasi sebesar 15 juta rupiah secepatnya ke rekeningnya, dengan ancaman jika tidak cepat-cepat maka anaknya tidak bisa diselamatkan. Yah, namanya juga orang tua yang sayang pada anaknya, dan anaknyapun yang ada di seberang pulau tidak bisa dihubungi berhubung di ponpes dilarang membawa Hp, maka sang ibu yang sedang panic ini, tanpa pikir panjang langsungmentransfer uang tersebut ke rekening si juple tadi. Jreeng dan mission complete…
Sayangnya, sang ibu baru mencoba menghubungi pihak ponpes setelah mentransfer uang, dan faktanya anaknya Farhan masih sehat wal’afiat dan 15 juta melayang kepada manusia tak bertanggung jawab. Sayangnya lagi, data yang ada pada rekening semuanya fiktif/palsu. Sehingga si Juple ini susah untuk identifikasi. Maka sang ibu hanya bisa pasrah, “Ya ikhlasin aja, mungkin sudah rejekinya”(neng sakjane yo mangkel).”
Juple di atas tadi adalah salah satu dari ribuan juple di Indonesia yang siap kapanpun dimanapun dengan model kasus yang beragam, entah itu kuis berhadiah, hoax information dsb. Bagaimana mereka bisa melakukannya? Tentunya tidak perlu sekolah untuk melakukan hal-hal diatas. Mereka tak lebih hanya mengambil kesempatan dari buruknya sebuah system. Seperti kita tahu bahwa kita bisa membeli nomor handphone sesuka kita dengan harga yang terjangkau, dan kita bisa seenaknya mengisi data personal tanpa ada verifikasi data dari pihak operator, bahkan terkadang data yang sudah kita beri tidak terjamin keamanannya. Begitupun KTP, mungkin diantara kita ada yang punya dua KTP atau lebih, entah itu legal atau illegal, sehingga kita bisa buka tutup rekening bank sesuka kita. Lalu intansi-intansi yang meminta data pribadi kita (seperti bank, departemen layanan masyarakat, layanan internet, couter pulsa dll) belum semuanya bisa menjamin keamanan data pribadi kita khususnya no Hp sehingga data-data yang bersifat pribadi ini jatuh pada orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Meski tidak mudah untuk mengatur sebuah system yang valid, tapi setidaknya pemerintah dan pihak yang bertanggung jawab bisa memperbaiki apa yang bisa diperbaiki, dan mengambil tindakan tegas sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang terjadi diatas. Dan semua ini, tidak bisa tercapai jika kita tidak saling mendukung satu sama lain. Dan kita sebagai konsumen hanya bisa berharap dan berusaha
Adapun tips yang bisa kita lakukan untuk pencegahan, diantaranya :
- ·Jangan gampang percaya kepada orang tidak dikenal. Sebaiknya konfirmasikanlah dahulu kebenaran informasi tersebut pada orang-orang terdekat.
- ·Jangan gampang panik, kendalikan emosi
- ·Jangan sembarangan memberi data pribadi khususnya no.Hp kepada orang lain. Saran saya anda punya 2 nomor, satu untuk publikasi, satu lagi untuk privasi (seperti keluarga dan sahabat karib)
- ·Usahakan belilah pulsa tronik kepada counter yang sudah menjadi langganan/dapat menjamin kerahasiaan nomor yang diberikan, beruntung jika ada teman dekat anda yang berjualan pulsa, lebih baik lagi anda membeli voucher pulsanya saja, meski cara lama yang penting aman
- ·Hati-hati (bukan curiga) kepada orang terdekat. Karena bisa jadi juple-juple tadi adalah orang-orang terdekat anda.
- ·Dan yg terakhir Berdoa :D
Sekian dari saya, tulisan ini hanyalah sebuah aspirasi saya sebagai salah satu dari jutaan konsumen yang perlu dibela hak-haknya, yang mengharapkan keadilan, dan kami tidak ingin selalu dirugikan dan menjadi korban dari kesalahan sistem dan buruknya pelayanan pihak produsen. Semoga tulisan ini bermanfaat dan tepat sasaran. Kurang lebihnya mohon maaf. Selengkapnya
Inspired by true story.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H