Mohon tunggu...
Adzra Nabila Wibawati
Adzra Nabila Wibawati Mohon Tunggu... Akuntan - pelajar

membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesenian Ebeg

22 Oktober 2024   19:32 Diperbarui: 22 Oktober 2024   19:44 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ebeg merupakan bentuk kesenian tari daerah Banyumasan yang menggunakan boneka kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan kepalanya diberi ijuk sebagai rambut. Tarian Ebeg di daerah Banyumas menggambarkan prajurit perang yang sedang menunggang kuda. Kesenian Ebeg berkembang di daerah Jawa Tengah khususnya wilayah Banyumas, Purbalingga, Cilacap, dan Kebumen.

Kesenian ini telah ada sejak zaman kerajaan Mataram Kuno dan menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat setempat. Awalnya, kesenian ini dimainkan untuk merayakan pesta panen dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah.

Kesenian ebeg berkembang pesat pada era kolonial Belanda dan menjadi bagian dari perjuangan rakyat untuk menjaga identitas budaya mereka. Meskipun dilarang oleh pemerintah kolonial, masyarakat setempat tetap mempertahankan kesenian ini dengan rahasia dan keberanian. Setelah kemerdekaan, ebeg semakin dikenal secara luas dan diakui sebagai warisan budaya nasional.

Perkembangan kesenian ebeg tidak lepas dari peran para tokoh berbakat yang mendedikasikan hidup mereka untuk melestarikan kesenian ini. Salah satu tokoh terkenal adalah Bapak Karsino, S.E., yang saat ini menjabat sebagai kepala desa Caruy. Beliau tidak hanya menjadi pengayom bagi seniman-seniman muda, tetapi juga berperan aktif dalam mengadakan pertunjukan ebeg dan memperkenalkannya kepada khalayak umum.

Tarian Ebeg menggambarkan prajurit perang yang sedang menunggang kuda. Tarian ini menceritakan tentang ksatria yang berlatih perang. Tarian ini tidak menceritakan tokoh atau pengaruh agama tertentu. Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam Ebeg menceritakan kehidupan masyarakat tradisional, terkadang berupa pantun dan wejangan seperti Sekar Gadung, Eling-Eling, Ricik-Ricik Banyumasan, Tole-Tole, Waru Doyong, Ana Maning Modele Wong Purbalingga. ringan musik yang digunakan yaitu Calung Banyumasan atau gamelan Banyumasan. Gerakan tariannya kasar, jogetnya asal mengikuti kendang saja. Perlengkapan tarian ebeg menggunakan kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu, cambuk, selendang, parang, gelang kaki, gelang tangan, dan penutup kepala. 

Ebeg biasanya dipentaskan pada acara hajatan baik acara khitanan maupun pernikahan. Selain itu pada awal Sura atau tahun baru Jawa, Ebeg juga sering dipentaskan diberbagai daerah Banyumas, Cilacap, Kroya, Kebumen, Purbalingga dan Banjarnegara.

Ebeg memiliki fungsi dan tujuan yang beragam, di antaranya yaitu sebagai hiburan, upaara keagamaan, perayaan tradisional, melestarikan budaya Jawa, daya tarik wisata budaya, media pendidikan, media komunikasi dan interaksi sosial. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun