Mohon tunggu...
Adzkia A Salsabila
Adzkia A Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

Melihat untuk merasakan, mendengar untuk memahami, dan berbicara hanya untuk kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Uang, Kebijakan Moneter Konvensional Vs Islam

5 April 2021   23:40 Diperbarui: 5 April 2021   23:47 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tak jarang kita mendengar kalimat, "Uang bukan segalanya, tetapi segalanya membutuhkan uang." dan kemungkinan besar memang seperti itu adanya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa uang dapat membantu kita dalam memiliki banyak hal. Namun, bagaimana fungsi uang dalam perekonomian sebenarnya? Bagaimana fungsi uang dalam kebijakan moneter? Apakah ada perbedaan mengenai konsep uang dalam Kebijakan Moneter Konvensional dengan Kebijakan Moneter Islam? Mari kita bahas satu per satu.

Dalam KBBI, uang diartikan sebagai alat tukar atau standar pengukur nilai (kesatuan hitungan) yang sah, dikeluarkan oleh pemerintah suatu negara berupa kertas, emas, perak, atau logam lain yang dicetak dengan bentuk dan gambar tertentu. Uang juga dapat diartikan sebagai harta atau kekayaan. Secara umum, uang didefinisikan sebagai alat untuk bertukar, sebagai alat nilai bagi barang lain, serta sebagai alat untuk menyimpan kekayaan. Apabila tidak ada uang, transaksi akan terus dijalankan dengan cara barter, sehingga kemungkinan besar kita akan kesulitan hidup di ekonomi modern. Uang juga dapat menjadi pembanding nilai antarbarang. Artinya, kekayaan yang dimiliki dapat diukur dengan uang, seberapa berharga sebuah mobil dalam satuan uang, seperti dollar, rupiah, dll. Kekayaan umumnya dilihat melalui harta benda, seperti rumah, mobil, tanah, perhiasan, dan lain-lain. Namun, dalam hal ini, uang pun dapat disimpan, misal berupa tabungan.

Berkenaan dengan uang, masyarakat lebih sering mendengar uang tunai berupa uang kertas dan uang logam. Uang tunai adalah uang yang ada di tangan masyarakat (di luar sistem perbankan) dan siap digunakan setiap saat, terutama untuk pembayaran-pembayaran dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Uang tunai tersebut sering pula disebut sebagai uang kartal. 

Di Indonesia, uang kartal adalah uang kertas dan logam yang beredar di masyarakat yang dikeluarkan oleh diedarkan oleh Bank Indonesia. Sedangkan uang yang berada dalam rekening giro di bank umum sering disebut sebagai uang giral. Sementara itu, uang yang disimpan dalam rekening deposito berjangka disebut sebagai uang kuasi. 

Dengan demikian, terdapat 3 (tiga) jenis uang di Indonesia, yaitu (1) uang kartal; (2) uang giral; dan (3) uang kuasi. Ketiganya ini juga disebut sebagai uang beredar. Uang beredar dalam arti sempit (M1) terdiri dari uang kartal dan uang giral, sedangkan uang beredar dalam arti luas (M2) terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (Rivai, dkk, 2007: 6).

Dalam literatur hukum Islam, terdapat beberapa istilah untuk menyebut uang, antara lain adalah nuqud, tsaman, fulus, sikkah dan ’umlah. Istilah tsaman memiliki beberapa arti, antara lain berarti qimah, yaitu nilai sesuatu dan harga pembayaran barang yang dijual. Istilah ini digunakan untuk menunjukkan uang emas dan perak. Fulus digunakan untuk pengertian logam bukan emas dan perak yang dibuat dan berlaku di tengah-tengah masyarakat sebagai uang dan pembayaran. Namun, istilah yang sering digunakan oleh ulama fiqh adalah nuqud dan tsaman. Dalam sejarah Islam, al-Maqrizi mengemukakan bahwa mata uang yang beredar di kalangan bangsa Arab pada masa jahiliyah adalah emas dan perak, tidak ada yang lain, yang datang dari berbagai kerajaan. Dinar Heraclius (Kaisar Byzantin) berasal dari Romawi, sedangkan dirham perak berasal dari Persia.

Pada dasarnya, Islam memandang uang hanyalah sebagai alat tukar, bukan komoditas atau barang dagangan. Oleh karena itu dalam konsep permintaan, motifnya adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi atau trading. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept, karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik kondisi perekonomian.

Uang Dalam Pandangan al-Ghazali & Ibnu Khaldun, Jauh sebelum Adam Smith menulis buku “The Wealth of Nations” pada tahun 1766 di Eropa, Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, uang berfungsi sebagai media penukaran, tetapi uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri. Maksudnya adalah uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukaran tersebut, dan uang bukan merupakan sebuah komoditi. Menurut al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. Maknanya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan harga semua barang. Dalam istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan. (Annisa, 2017)

Lantas, bagaimana konsep uang dalam kebijakan moneter konvensional dan kebijakan moneter Islam? Apakah ada perbedaan di antara keduanya? Kebijakan moneter pada umumnya berfungsi dalam menyeimbangkan stabilitas ekonomi dalam lingkup makro. Stabilitas ekonomi tersebut dapat dicerminkan melalui tersedianya lapangan kerja dengan cukup luas serta semakin membaiknya stabilitas harga sampai dengan perkembangan output riil. Demi mencapai stabilitas ekonomi, dibutuhkan sebuah mekanisme sebagai penyalur atau penghubung bagi perekonomian dengan kebijakan moneter, yakni yang biasa disebut dengan transmisi kebijakan moneter. Transmisi Kebijakan moneter bekerja dengan berbagai saluran diantaranya agregat moneter, nilai tukar, suku bunga, kredit, ekspektasi dan harga asset (Rusanti, dkk, 2020).

Di Indonesia diberlakukan dua sistem moneter, yaitu operasi moneter konvensional dan operasi moneter syariah. Hal ini berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia nomor 16/12/PBI/2014 tanggal 24 Juli 2014. Salah satu cara pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah adalah dengan pelaksanaan operasi moneter syariah untuk mempengaruhi kecukupan likuiditas perbankan syariah. Pelaksanaan Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disebut OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan Operasi Pasar Terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. Operasi Pasar Terbuka Syariah salah satunya dapat dilakukan dengan penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Standing Facilities diantaranya dapat dilakukan dengan penyediaan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS). (Raseuky, 2019)

Uang dalam kebijakan moneter konvensional diarahkan kepada adanya bunga, sedangkan dalam perekonomian Islam atau kebijakan moneter Islam tidak dikenal istilah bunga ataupun contoh praktiknya. Kebijakan moneter Islam lebih berfokus pada terpeliharanya perputaran sumber daya ekonomi. Artinya, para pembuat kebijakan harus siap sedia berkenaan dengan usaha ekonomi dan produk keuangan Syariah yang mampu menyerap potensi investasi masyarakat. Dengan demikian, pemilik dana akan memiliki waktu seminimal mungkin dalam memegang uang, dengan waktu yang dimaksud sebenarnya menghambat perputaran atau velocity.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun