Mohon tunggu...
aris iskandar
aris iskandar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Cileunyi, Padalarang

9 April 2018   15:05 Diperbarui: 9 April 2018   15:09 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diverseeducation.com

Siang ini sambil menunggu bus yang tak kunjung berangkat di pintu tol cileunyi, entah kenapa saya teringat kepada bapak, sosok lelaki lembut tak banyak bicara, dingin namun tak pernah berubah dalam memutuskan sesuatu, keliru sekalipun keputusannya pada akhirnya, justru itulah ciri khasnya. Pernah sekali-kalinya saya menulis tentangnya tahun 2010 kalau tidak salah, itupun lebih banyak menulis tentang hubungan dingin kami selama beberapa tahun.

Jalur tol cileunyi - padalarang yang lurus dan melandai, ditemani semilir angin yang mengalir dari daun jendela bus, memang membuat pikiran semakin kosong, jajaran sawah yang telah berubah sedikit demi sedikit menjadi jejeran perumahan, sedikit mengganggu kekosongan. Hidup kita memang tidak seperti ruas jalan tol, relatif lurus, mulus dan datar. Kadang hidup itu seperti jalan garut-pameungpeuk berbelok-belok bahkan diputar 180, kiri kanan jurang, salah belok saja nyawa taruhannya. Itu yang sering bapak bilang kepada kami, bahwa hidup selalu berubah, kadang di atas kadang juga di bawah, yang tak boleh berubah adalah keyakinan kita. Andai saa Tuhan menciptakan hidup itu lurus layaknya jalan tol, mungkin tak perlu harus ada syaitan atau malaikat bahkan nabi dan rosul sekalipun, cukup punya e-tol saja semuanya selesai urusan, ya tinggal jalan saja, tak akan ada tangis, sedih maupun canda dan tawa, sehingga semuanya akan terlihat datar dan statis saja.

Kembali kepada sosok bapak yang selama ini kami hormati, sosoknya memang tak berubah sama seperti dulu, yang berubah adalah hubungan kami, semakin dekat dan lebih banyak sisi persamaan pandangannya. Dulu seringkali saya berdiri bersebarangan dengannya, saat ini lebih banyak berdiri berdampingan bahkan urusan dudukpun sering kali bersebelahan .

Kata orang kami mirip, entahlah bapak cuma senyum saja ketika ada yang komentar seperti itu. Saya sih maklum saja orang bilang seperti itu, toh saya anak lelaki satu-satunya sehingga lumrah saja gen nya tumpah ke saya semua. Sebenernya ada satu hal yang selalu saya tiru darinya, dingin dalam memutuskan hal hal yang mendasar tak peduli orang disekitarnya berbeda, mau istri atau anaknya sekalipun. Ini yang paling saya suka darinya, kokoh, tak bergeming.

Pada kenyataannya, memutuskan itu tidak mudah, terlebih mempertahankan keputusan yang telah kita ambil. Saya rasakan sendiri semakin berkeluarga, semakin banyak hal yang dipertimbangkan, semakin takut kita memutuskan, apalagi ketika situasi kita terjepit dan terhimpit. Ya karena itulah saya ingat bapak, yang telah mengajari untuk bulat dalam memutuskan dan kokoh dalam mempertahankan. semoga bapak dan mamah sehat selalu, hormat dan doa kami untukmu selalu...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun