Mohon tunggu...
Ady Martin Sinaga
Ady Martin Sinaga Mohon Tunggu... Relawan - Penulis

Kita berhak bersuara melangkah bergerak untuk berdampak.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Prahara di Desa Wadas

17 Februari 2022   00:23 Diperbarui: 6 Maret 2022   02:07 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bendungan Bener merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang direncanakan untuk memasok sebagaian besar kebutuhan air ke Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Proyek tersebut memerlukan pasokan batuan andesit sebagai material pembangunan. 

Oleh pemerintah, kebutuhan batu andesit  tersebut diambil dari Desa Wadas. Belakangan koflik penolakan penambangan batu adesit di Desa Wadas mencuat dan menjadi perbincangan publik tentu prahara ini bermula saat ratusan aparat gabungan TNI dan Polri mengepung desa tersebut dengan senjata lengkap. Tak lama setelahnya, terjadi bentrok sehingga 64 orang warga diamankan.

Konflik penambangan seperti ini ternyata bukan kali pertama terjadi di Indonesia menurut Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) merilis catatan akhir tahun pada 2021 lalu mencatat bahwa tahun 2020 menjadi tahun dimana para pengusaha bersekongkol dengan elit politik hal tersebut disinyalir dimulai sejak pilpres 2019 tercatat 45 kasus penambangan. Sementara kasus intimidasi dan kriminalisasi di bidang penambangan sepanjang tahun 2020 menimbulkan korban sebanyak 69 orang.

Kerapkali ketidaktahuan dan keterlibatan masyarakat dianggap sebagai penghambat pembangunan sehingga tidak dapat dipungkiri akan ada masyarakat yang pro dan kontra termasuk juga dalam prahara Desa Wadas ini. 

Secara hukum proyek pembangunan Waduk Bener telah tercantum dalam Perpres Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan ke 3 atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Proyek Strategis Nasional. Juga surat dari Kementerian ATR/BPN Kabupaten Purworejo Provinsi Jateng Nomor AT.02.02/344-33.06/II/2022. 

Sementara dari sudut pandang HAM dan lingkungan hidup penambangan ini akan sangat merugikan masyarakat seperti dikutip dari laman resmi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, walhi.or.id, proyek tambang di Desa Wadas ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka (dikeruk tanpa sisa) yang rencananya berjalan selama 30 bulan. 

Penambangan batu itu dilakukan dengan cara dibor, dikeruk, dan diledakkan menggunakan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kilogram, hingga kedalaman 40 meter. Tentu jika hal itu terjadi, maka akan menghilangkan bentang alam dan mata pencarian warga yang mayoritas petani yang menggantungkan hidupnya pada alam.

Tidak juga dapat dipungkiri bahwa konflik Desa Wadas dipengaruhi oleh stabilitas sosial politik di Indonesia. Peran pers dan sosial media membawa informasi secara cepat kepada lapisan masyarakat sehingga kesempatan ini dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan untuk menjatuhkan lawan politiknya dengan cara memperkeruh konflik tersebut seolah-olah pemerintah sedang menindas secara beringas masyarakat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun