Mohon tunggu...
Kadek Adi Mahendra
Kadek Adi Mahendra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Kimia

Jadikan menulis sebagai sebuah kebiasaan :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Etil P-Metoksisinamat (EPMS): Senyawa Antioksida dari Kencur, Formulasi Tabir Surya, Apakah Aman?

14 Desember 2021   08:44 Diperbarui: 14 Desember 2021   08:47 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Doktersehat.com

Sumber: Hallosehat.com
Sumber: Hallosehat.com

Kulit, bagian tubuh terluar manusia ini merupakan bagian yang paling sensitif dan memiliki struktur yang sangat kompleks. Luas rata-rata kulit pada orang dewasa adalah 1,5 m2 dengan berat 15% dari berat tubuh keseluruhan. Akibat sifat dari kulit yang sangat sensitif ini menyebabkan orang-orang berlomba-lomba untuk merawatnya, salah satunya adalah kulit dibagian wajah. Kulit wajah pada manusia memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda pada setiap individunya. Ada yang memiliki kulit dengan sifat berminyak, kering, hingga kombinasi (campuran antara kulit berminyak dan kering). Perbedaan dari sifat-sifat kulit ini menyebabkan setiap orang memiliki cara atau step yang berbeda dalam merawat kulit wajahnya. Tingginya minat masyarakat Indonesia dalam merawat kulit wajahnya bisa dilihat dari meningkatnya pembelian produk-produk kosmetika kecantikan. Menurut Ketua Persatuan Kosmetik Indonesia (Perkosmi), produk skincare dan make-up mengalami pertumbuhan yang sangat pesat yaitu sebanyak 7,2% dan akan terus bertambah hingga pengujung tahun 2021.

Salah satu produk kecantikan (skin care) yang paling banyak diminati oleh masyarakat adalah tabir surya atau sunscreen. Hal ini dikarenakan kulit sangat sensitif terhadap sinar UV yang dipancarkan oleh matahari dan dapat menyebabkan beberapa permasalahan atau komplikasi apabila terpapar secara terus menerus. Secara ilmiah dapat dikatakan bahwa kulit dapat melakukan perlindungan secara alami terhadap paparan sinar matahari dengan melakukan penebalan stratum corneum dan juga dengan pigmentasi kulit (Ditjen POM, 2019). Namun perlindungan alami ini tidak selamanya dapat melindungi kulit dari paparan sinar matahari, pasalnya perlindungan alami kulit ini melibatkan butir-butir melanin, butir melanin akan melindungi kulit dengan cara berpindah ke stratum corneum di permukaan kulit. Apabila kulit terus terpapar sinar matahari dalam waktu yang lama, butir melanin ini akan lepas sehingga kulit akan kehilangan pelindung dari panasnya sinar matahari. Oleh karena itu, kulit memerlukan pelindung lainnya selain pelindung alami ini, salah satunya adalah dengan menggunakan tabir surya atau sunscreen.

Tabir surya atau sunscreen dapat diartikan sebagai senyawa alternatif yang berfungsi dalam proses penyerapan sinar yang dipancarkan oleh matahari. Penyerapan sinar pancaran matahari yang dilakukan oleh tabir surya ini sangat efektif karena dapat menyerap hingga daerah emisi gelombang UV atau sinar UV. Besarnya gelombang radiasi dari sinar UV yang mengenai kulit manusia sangat bergantung pada jam waktu setempat, kelembaban udara, jarak tempat dengan garis khatulistiwa, musih, hingga ketinggian tempat (Oroh et al, 2001). Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sebuah produk tabir surya adalah (1) keefektifan dala menyerap sinar UV dalam rentang Panjang gelombang 290-320 nm tanpa menimbulkan toksik dan iritasi, (2) bersifat mudah larut agar mudah diformulasikan dengan produk kosmetik lainnya, (3) memiliki daya tahan proteksi yang baik selama beberapa jam, (4) bersifat tidak menguap dan resisten terhadap air maupun keringat, (5) bersifat tidak menimpulkan noda pada kain (pakaian), dan (6) bersifat tidak menimbulkan bau. Pada umumnya tabir surya tidaka hanya digunakan pada bagian wajah saja melainkan seluruh bagian permukaan tubuh yang luas dan tabir surya dapat digunakan pada kulit yang sudah mengalami kerusakan akibat paparan dari sinar matahari.

Pada umumnya senyawa yang digunakan dalam formulasi tabir surya berasal dari senyawa alami dan juga senyawa sintetik. Senyawa sintetik yang dapat digunakan adalah titanium dioksidan dan seng oksida. Tabir surya yang terbuat dari senyawa sintetik umumnya memiliki kemampuan menyerap sinar UV yang jauh lebih baik dibandingkan senyawa alami, namun harga dari tabir surya yang terbuat dari senyawa alami cenderung relatif lebih murah. Adapun mekanisme dari tabir surya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu tabir surya yang berkerja dengan cara menyerap sinar UV dan tabir surya yang berkerja dengan cara memblok fisik atau berkerja secara fisik (membelokkan radiasi sinar UV). Beberapa senyawa kimia yang berfungsi sebagai pemblok fisik adalah seng oksida, titanium dioksida, dan petroleum merah (Newmann et al, 2009). Berbicara mengenai kandungan dari tabir surya, hingga saat ini kandungan tabir surya yang beredar di pasaran terbuat dari senyawa-senyawa kimia secara industri komersil saja. Pemanfaatan tanaman herbal sebagai formulasi tabir surya masih sangat minim, padahal banyak tanaman herbal yang mengandung senyawa yang berfungsi dalam penyerapan sinar UV yang dipancarkan oleh sinar matahari. Salah satunya adalah tanaman rimpang kencur (Kaempferia galanga L.)

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu tanaman tropis yang tersebar luas tumbuh di Indonesia. Pada umumnya tanaman herbal ini hanya dimanfaatkan sebagai ramuan tradisional seperti jamu dan juga sebagai pelengkap bumbu dalam masakan saja. Bagian dari kencur yang dijual secara komersil adalah bagian buah akar yang ada di dalam tanah atau disebut dengan rizoma atau rimpang kencur (Soeprapto, 1986). Adapun klasifikasi dari kencur adalah sebagai berikut, (1) Kerajaan: Plantae, (2) Divisi: Spermaiophyta, (3) Sub Divisi: Angiospermae, (4) Kelas: Monocotyledonae, (4) Ordo: Zingiberales, (5) Famili: Zingiberaceae, (6) Subfamili: Zingiberoideae, (7) Genus: Kaempferia, dan (8) Spesies: Kaempferia galanga. Karakteristik dari kencur itu sendiri adalah memiliki daun yang berbentuk bulat dan sedikit lebar, tumbuh dan berkembang dengan mendatar di dalam permukaan tanah serta memiliki daun berjumlah tiga hingga empat helai. Pada umumnya kencur memiliki daun dengan Panjang berukuran 10--12 cm dan lebar 8 - 10 cm, dan daunnya cenderung menyirip tipis. Rizoma atau rimpang kencur berwarna putih kekuningan ketika masih muda dan cenderung kandungan air yang dimiliki lebih banyak dibandingkan rimpang kecur yang tua (Backer, 1986).

Adapun beberapa kandungan kimia yang terkandung dalam kencur yaitu (1) etil sinamat, (2) karem, (3) paraffin, (4) etil p-metoksisinamat, (5) borneol, dan (6) p-metoksistiren (Afriastini 1990. Selain itu, rimpang kencur mengandung beberapa senyawa lain seperti sinamaldehid, asam metil-p-kumarat, eukaliptol, dan juga minyak atsiri (2,5-4%). Senyawa etil p-metoksisinamat merupakan senyawa pada kencur yang dapat dimanfatkan dan diformulasikan dalam tabir surya. Selain itu juga, etil p-metoksisinamat merupakan kandungan utama dari rimpang tanaman kencur yang secara komersil digunakan untuk bioinsektisida, kosmetik, makanan, dan juga obat-obatan (He et al, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liu (2014) tanaman rimpang kencur mengandung kadar etil p-metoksisinamat sebesar 38,6%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Huang (2008) menunjukan bahwa pada ekstrak rimpang kencur dengan n-heksana mengandung etil p-metoksisinamat sebesar 46%.

EPMS atau etil p-metoksisinamat merupakan senyawa turunan dari sinamat yang memiliki fungsi dalam menyerap sinar UV atau sebagai formulasi tabir surya. Berdasarkan hasil penelitian dari Siswanto (2010) formulasi gel tabir surya dari ekstrak etanol dengan basic HPMC (1%), NaCMC (2%) dan Carbopol (3%) menghasilkan formulasi atau sediaan gel dengan sifat fisik seperti pH dan viskositas yang sangat memuaskan. Namun, sediaan gel yang dihasilkan dari ekstrak kencur dengan etanol menimbulkan atau memiliki bau ekstrak dari kencur yang cukup dominan sehingga mengurangi kenyamanan dari pemakainnya (Siswanto, 2010). Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dikembangkan formulasi tabir surya dalam bentuk atau sediaan krim tipe m/a. Bentuk dari krim ini lebih mudah diaplikasikan dan penyebarannya pada kulit juga lebih baik. Oleh karena itu, masyarakat banyak memilih menggunakan produk tabir surya dalam bentuk krim dibandingkan dalam bentuk atau sediaan lainnya. Selain lebih banyak peminatnya, tabir surya dalam bentuk krim mampu menghilangkan bau khas yang dihasilkan oleh kencur itu sendiri sehingga sediaan tabir surya dalam bentuk krim lebih banyak diminati oleh para konsumen. Adapun untuk membuat suatu krim m/a dapat menggunakan kombinasi emuglator misalnya Span 80 dan Tween 80 yang mana emuglator tersebut mempunyai nilai HLB yang sangat tinggi. Span 80 merupakan salah satu surfaktan non-ionic dan pada umumnya digunakan dalam konsentrasi 1% hingga 10%. Sebagai emuglator, Span 80 biasanya dikombinasikan dengan zat pengemulsi hidrofilik. Lain halnya dengan Tween 80 yang merupakan surfaktan non-ionik yang bersifat hidrofil dan digunakan sebagai emuglator dalam konsentrasi 1% hingga 15% (Rowe et al, 2003). Ekstrak kencur (EPMS) diformulasikan dalam bentuk krim m/a bertujuan agar bau khas dari kencur dapat dinetralkan sehingga bisa lebih diterima oleh konsumen untuk penggunaannya sebagai tabir surya. Selain itu bentuk krim m/a juga lebih disukai karena mudah menyebar merata dan lebih mudah dibersihkan karena dapat dicuci dengan air (Lachman et al, 1994).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun