Ahok Center menjadi topik yang hangat kembali akhir-akhir ini setelah lama pada tahun 2013 menjadi polemik juga dalam sebuah media pada tanggal 22 Juli 2013 merilis beberapa perusahaan besar menyelenggarakan corporate social responsibility (CSR) bekerja sama dengan Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Beberapa dinas yang menerima bantuan CSR di antaranya Dinas Perumahan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perindustrian dan Energi, Dinas Pertamanan dan Pemakaman, serta Dinas Usaha Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah dan Perdagangan. Dalam kesempatan itu Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta mengeluarkan rilis pengelolaan keuangan dana corporate social responsibility (CSR) perusahaan swasta yang dikelola oleh Ahok Center. Forum CSR Jakarta menyayangkan tindakan Pemprov DKI Jakarta menyerahkan pengelolaan CSR kepada Ahok Center. Ahok Center merupakan tim pemenangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) saat Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) DKI 2012.
Isi rilis tersebut yaitu, berdasarkan Instruksi Gubernur No 67 tahun 2013 tentang CSR per tanggal 18 Juni 2013 disebutkan, kepada para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau unit kerja perangkat daerah (UKPD) untuk melaporkan penggunaan dan pemanfaatan bantuan dari program CSR kepada Gubernur melakukan Kepala BPKD DKI Jakarta. Dari 43 SKPD di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, SKPD yang menerima dan melaporkan tentang CSR yang diterima baru 4 SKPD. Mereka adalah Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta dengan jumlah perusahaan yang menyumbang CSR ada 19 perusahaan. Lalu, Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta dengan jumlah perusahaan yang menyumbang CSR sebanyak 19 perusahaan. Sementara Dinas Perdagangan dan Koperasi DKI Jakarta dengan jumlah perusahaan yang menyumbang CSR ada 3 perusahaan. Adapun Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta dengan jumlah perusahaan yang menyumbang CSR ada 13 perusahaan.
Diantara 4 SKPD itu, SKPD yang menerima CSR dalam bentuk uang ada satu SKPD yaitu Dinas Pertamanan dan Pemakaman dengan jumlah Rp 8,340 miliar. Sedangkan tiga SKPD lainnya, hanya menerima dalam bentuk barang. Dalam rilis tersebut juga dijabarkan CSR dari perusahaan di 4 SKPD tersebut semua dikelola oleh Ahok Center sebagai mitra kerjanya.
Padahal DKI Jakarta sudah memiliki Forum CSR yang dibentuk Dinas Sosial DKI Jakarta atas tindak lanjut dari Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No 13 tahun 2013 tentang Forum Tanggung Jawab Dunia Usaha dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Sudah ada Permensos No 3 tahun 2012. Dalam aturan itu, harus dibentuk Forum CSR Nasional dan Forum CSR tingkat provinsi. Dimana Forum CSR DKI ini akan menjadi mitra Pemprov DKI dalam melaksanakan program-programnya, khususnya program sosial yang tidak dianggarkan dalam APBD DKI. Forum ini juga akan memfasilitasi perusahaan yang akan memberikan CSR langsung berhubungan dengan instansi yang terkait.
Tanggungjawab sosial perusahaan atau dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR), merupakan aspek penting yang harus dilakukan perusahaan dalam operasionalnya. Hal tersebut bukan semata-mata memenuhi peraturan perundang-undangan sebagaimana untuk perusahaan tambang diatur dalam Undang-undang No 22 tahun 2001, maupun untuk Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Undang undang No. 40Â pasal 74 tahun 2007, melainkan secara logis terdapat hukum sebab akibat, dimana ketika operasional perusahaan memberikan dampak negatif, maka akan muncul respon negatif yang jauh lebih besar dari masyarakat maupun lingkungan yang dirugikan. Setidaknya terdapat tiga alasan penting mengapa perusahaan harus melaksanakan CSR (Wibisono: 2007). Pertama, perusahaan merupakan bagan dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan harus menyadari bahwa mereka beroperasi dalam satu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial berfungsi sebagai kompensasi atau upaya imbal balik atas penguasaan sumber daya alam atau sumber daya ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, disamping sebagai kompensasi sosial karena timbul ketidaknyamanan (discomfort) pada masyarakat. Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, setidaknya izin untuk melakukan operasi yang sifatnya kultural. Wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga bisa tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan.Ketiga, kegiatan CSR merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindarkan konflik sosial. Potensi konflik itu bisa berasal akibat dari dampak operasional perusahaan atau akibat kesenjangan struktural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen perusahaan.
Stakeholder dalam pelayanan sosial adalah negara, sektor prifat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat, dalam kasus program CSR keseluruhan entitas tersebut terlibat secara bersama-sama. Sementara mereka memiliki kepentingan berbeda-beda yang satu sama lain bisa saling berseberangan dan sangat mungkin merugikan pihak yang lain. Keterlibatan perusahaan dalam program CSR dilatarbelakangi dengan beberapa kepentingan. Setidaknya bisa diidentifikasi tiga motif keterlibatan perusahaan yaitu motif menjaga keamanan fasilitas produksi, motif mematuhi kesepakatan kontrak kerja, dan motif moral untuk memberikan pelayanan sosial pada masyarakat lokal.
Pada sisi yang lain Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), terutama LSMmelakukan dua peranan. Peranan yang pertama adalah mengontrol akibat-akibat buruk yang ditimbulkan dari proses produksi yang dilakukan perusahaan dan realisasi program CSR. Sedangkan peranan yang kedua adalah menjadi partner perusahaan untuk menjalankan program-program CSR.
Sementara untuk pemerintah daerah mengharapkan program CSR bisa diintegralisasi dengan program-programnya dalam kerangka pembangunanl. Dipihak lain masyarakat juga mengharapkan bahwa program tersebut mampu memberdayakan mereka. Kita tau bahwa program CSR ini ada mekanisme dan tegulasi yang mengaturnya yaitu peraturan yang mengikat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagaimana Keputusan Menteri BUMN Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL), Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan. PP ini melaksanakan ketentuan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, Peraturan yang mengikat jenis perusahaan penanaman modal, yaitu Undang-Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007, peraturan CSR bagi perusahaan pengelola Minyak dan Gas (Migas), diatur dalamUndang-Undang Minyak dan Gas Bumi Nomor 22 Tahun 2001,Undang-undangNomor13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin, Undang-undang ini tidak membahas secara khusus peran dan fungsi perusahaan dalam menangani fakir miskin dan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 13 Tahun 2012tentang Forum tanggungjawab dunia usaha dalam penyelenggaraan Kesejehteraan Sosial. Kementrian Sosialmemandang penting dibentuknya forum CSR pada level Provinsi, sebagai sarana kemitraan antara pemerintah dengan dunia usaha.
Dengan kita memahami regulasi dan mekanisme tersebut kita dapat menilai bagaimana dengan Ahok Center bisa menjadi mitra kerja Pemda DKI dalam menyalurkan CSR? Benarkah bahwa sesuai dengan pembelaan dan klarifikasi setelah diserang oleh publik bahwa itu hanya mengawasi bahkan hanya salah tulis/asal tulis? Naif dan menyedihkan apabila itu terjadi, sekali lagi bagaimana pengawasan itu bisa dilakukan? Bukannya dalam pengawasan pengelolaan juga ada mekanisme yang dilakukan? Apalagi dengan alasan salah tulis/asal tulis oleh pihak BPKD terkait Ahok Center adalah mitra dalam peyaluran oleh 18 program CSR. Bagaimana ini bisa terjadi ???!!! untuk siapa ini bekerja? Jangan-jangan ada batu dibalik udang..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H