Alfirman, teman sesama mahasiswa di Universitas Halu Oleo pernah menggerutu, katanya, guru PAUD masih kurang mendapat perhatian oleh pemerintah.
Lantas setelah itu, Sabtu, 5 Oktober 2013. Sekedar untuk berpelesir dan mengisi vakansi, akhir pekan ini saya sempatkan diri untuk menengok suasana dan aktivitas di salah satu instansi pendidikan jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di pinggiran Kota Kendari, atau juga dikenal dengan Taman Kanak-kanak (TK).
Jarum jam baru saja menunjukkan pukul 08.45 saat saya tiba di depan TK, Sabtu pagi itu. Kekehan beberapa murid masih jelas terdengar dari halaman TK. Sebagian murid lainnya, juga tampak berjubel di dalam kelas. Mereka belajar, bermain, hinggga bercengkerama dengan sebayanya.
Sesekali juga, sejumlah guru tampak kikuk kebingungan mengurusi peserta didiknya yang “ruwet” tingkah dan perilaku. Kondisi ini begitu seterusnya;setiap pagi. Belajar, bermain, bermain belajar. Bagi anak, bermain adalah suatu kegiatan serius, tetapi mengasyikkan. Tak dapat disangkali, permainan adalah alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya. Dari aktivitas bermain pula mereka belajar. Sebab itu, diperlukan peran PAUD yang mampu mengemas pendidikan dengan konsep “belajar sambil bermain”.
National Association for the Education of Young Children (NAEYC) mendefiniskan, PAUD adalah proses pendidikan yang dimulai saat kelahiran hingga anak berusia delapan tahun. Sementara itu, menurut Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Dewasa ini, PAUD dapat muncul dalam berbagai bentuk bergantung pada bagaimana keyakinan dan teori pendidikan yang dijalankan oleh sebuah lembaga pendidikan. Tak ayal, muncul banyak istilah yang sering diperuntukkan dan dipertukarkan untuk menyebut istilah PAUD antara lain pembelajaran anak usia dini, peduli pendidikan anak lebih dini, pendidikan dini, dan sebagainya.
Lepas dari nama-nama tersebut, apapun namanya, yang pasti bahwa dua tahun sejak lahir adalah masa dimana pembentukan karakter anak sangat penting dalam menemukan identitas. PAUD bertujuan untuk mengarahkan dan membentuk pola pemikiran anak, mengaitkan fungsi fisk dan psikis secara serentak, dan secara umum membentuk karakter anak usia dini.
Pada masa inilah waktu yang sangat baik bagi seorang anak untuk diarahkan menjadi “manusia seutuhnya”. Ibarat menanam bibit atau pohon cokelat, jikat pohon tersebut ditanam dalam kondisi miring, maka batang pohon tersebut akan tumbuh secara miring, bahkan besar kemungkinan tidak akan tumbuh. Sebaliknya, jika pohon ditanam dengan kondisi yang benar, maka kelak pohon tersebut akan tumbuh mejadi pohon yang tegak dan sehat.
Melihat kondisi tersebut, maka tidak bisa dipungkiri, orang tua dan guru sebagai objek yang paling sering bersentuhan dengan anak usia dini tentunya memilliki peranan yang sangat vital dalam rangka menanamkan nilai-nilai penidikan kepada anak.
Usia di bawah lima tahun adalah usia yang paling krirtis atau paling menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seseorang, termasuk intelegensi hampir seluruhnhya terjadi pada usia dibawah lima tahun. Anak-anak selalu memilik rasa ingin tahu yang luar biasa dan kemampuan untuk menyerap informasi sangat tinggi. Pada usia ini, anak usia muda memiliki berjuta-juta saraf otak yang sudah berkembang dan memiliki kemampuan yang dahsyat serta daya ingatan yang kuat.
Anak-anak pada usia lima tahun memiliki intelegensi yang berpotensi yang berpotensi luar biasa. Namun, pada umumnya para orang tua dan guru hanya dapat mengajarkan sedikit hal pada anak-anak usia ini. Sesungguhnya, anak-anak usia muda tidak sulit belajar, tetapi orang tua harus atau gurulah yang harus memiliki kreatifitas dan inovasi untuk membelajkan. Paling tidak, melakukan interaksi kepada anak sehinga tercipta suasa belajar.
Lantas bagaimana sebenarnya mencetak dan membentuk karakter anak usia dini sehingga memiliki dasar untuk menjadi manusia yang sutuhnya? Guru sebagai pendidik terlebih sebagai pialang ilmu tentunya harus memiliki kapasitas dan integritas yang memadai. Singkatnya, semakin baik kualitas guru, maka semakin baik pula output yang dihasilkan. Sebaliknya, guru yangberkualitas rendah hanya akan menelurkan generasi yang tidak berkualitas. Bobrok.
Ironisnya, guru PAUD dewasa ini masih sering termarginalkan oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Padahal jika kita berpikir secara matang, keadaan dan eksistensi negara ini pada masa yang akan datang sangat ditentukan oleh investasi Sumber Daya Manusia (SDM) sekarang ini. Karena langkah untuk meningkagkatkan SDM adalah dengan pendidikan, maka sorotan utama tentu saja tertuju pada pendidikan formal yang secara langsung dikelola oleh pemerintah.
Sudah menjadi keharusan bagi pemerintah, semampu mengkin terus berupaya meningkatkan kualitas guru di PAUD demi mencetak peserta didik berkualitas. Di sisi lain, kita juga tidak bisa mengelak bahwa urusan masa depan bangsa, dalam hal ini PAUD, adalah usrusan nasional dan semua komponen bangsa. Bukan hanya urusan dan tanggung jawab pemerintah. Sebab itu, dalam penddikan pra sekolah, tidak ada dikotomi antara masyarakat dan pemerintah. Keduanya harus saling melengkapii dan bekerja sama.
Kendari, 5 Oktober 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H