Mohon tunggu...
Farid Muadz Basakran
Farid Muadz Basakran Mohon Tunggu... Administrasi - Advokat

#Advokat #Mediator #Medikolegal I Pendiri BASAKRAN dan GINTING MANIK Law Office sejak 1996 I Sentra Advokasi Masyarakat I Hotline : +62816 793 313

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Polisi Nakal, Polisi Profesional, dan Polisi Kriminal

1 Juli 2017   10:07 Diperbarui: 2 Juli 2017   02:14 1748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada zaman Kapolri dijabat oleh Jend. (Pol) Sutanto ada gagasan untuk mempublikasikan "Polisi Nakal" yang berkeliaran di masyarakat untuk dipublikasikan. Ide ini mengemuka ketika ada rapat dengar pendapat di Komisi III DPR RI dengan Kapolri. Peristiwa itu terekam pada 17 September 2007 atau hampir sepuluh tahun yang lalu. Rakyat sudah jenuh dengan perilaku negatif saat itu yang cenderung meningkat saat itu. Perilaku Polisi Nakal antara lain menilang tanpa kesalahan jelas, menerima suap, meminta imbalan, meminta imbalan dalam penyidikan, menangkap seseorang dengan rekayasa, dan lain sebagainya. Gagasan tersebut sampai saat ini belum maksimal dan terkesan berhenti pada tataran gagasan dan tidak efektif untuk merubah kultur polisi yang cenderung negatif di mata masyarakat.

Terhadap Polisi Nakal secara internal hanya dapat ditegakkan Peraturan Disiplin Anggota Polri sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2003. Sanksi-sanksi disiplin yang dijatuhkan kepada anggota Polri yang nakal pun selama ini cenderung tidak memilik efek jera (deterrent effect). Jadi jangan heran apabila di tengah masyarakat kita masih menemui polisi-polisi nakal.   

 

Gambar Polsek Cariu (Dokumentasi Pribadi)
Gambar Polsek Cariu (Dokumentasi Pribadi)
Berbeda dengan Polisi Nakal, tipologi ideal seorang Polisi adalah harus Profesional dan bekerja berdasarkan ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia serta menjujung tinggi harkat dan martabat manusia. Polisi jenis ini masih sangat jarang dijumpai dalam praktek. Walaupun UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, PP No. 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri serta PeraturanKapolri No. 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri, menekankan pentingnya polisi bekerja secara profesional dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, namun untuk mencapai hal ini membutuhkan kerja keras merubah kultur polis dan waktu serta biaya yang tidak sedikit. 

Selama kepemimpinan Jend. (Pol) Tito Karnavian, Polri menerapkan jargon PROMOTER (Profesional, Modern dan Terpercaya) dan ini pun hanya berjalan pada tataran gagasan dan sulit diterapkan dalam tataran praktis. Polisi Profesional yang harus menjauhkan sikap-sikap dan perilaku yang melanggar disiplin dan kode etik profesi Polri serta menjauhkan sikap dan perilaku yang kriminal ditengah-tengah masyarakat.  Terhadap Polisi Profesional ini baik Negara, Polri, dan Masyarakat harus memberikan apresiasi yang tinggi berupa kenaikan pangkat luar biasa dan promosi jabatan atas prestasi dan keprofesionalan dalam tugas dan dinas Polri.

Tipologi Polisi yang ketiga adalah Polisi Kriminal. Dalam kenyataannya banyak dijumpai polisi kriminal. Ada polisi yang mmebunuh isteri dan keluarganya, ada polisi pelaku mutilasi, polisi yang koruptor, polisi pemerkosa, polisi cabul, polisi penganiaya, dan bahkan polisi yang bunuh dirinya dengan berbagai macam motif.

Penulis punya pengalaman empiris menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh Evan Geovany bin Asep Rustandi  oknum anggota Satintelkam Polres Bogor berpangkat Brigadir ketika peristiwa penganiayaan itu terjadi pada 12 Mei 2015 di alun-alun Masjid Agung Empang Kota Bogor. Pada saat peristiwa pidana penganiayaan itu terjadi, penulis melaporkannya di Polresta Bogor Kota sebagai tindak pidana penganayaan berdasarkan Pasal 351 KUH Pidana. Sudah dua kali, penulis ajukan permohonan praperadilan, dan setelah berlangsung sekitar 18 (delapan belas) bulan penyidikan perkara baru disidangkan di Pengadilan Negeri Bogor pada 10 Anuari 2017. Ironisnya, oleh Penyidik Polresta Bogor Kota, pasal yang semula disangkakan yakni pasal 351 KUH Pidana diubah menjadi pasal 352 KUH Pidana (Tindak Pidana Ringan) dan disidangkan dengan Acara Pemeriksaan Cepat di Pengadilan Negeri Bogor. Atas kenakalan Penyidik Polresta Bogor Kota sebagian sudah mendapatkan sanksi disiplin dan sebagaian lannya sedang dalam proses hukum dan proses pemeriksaan pelanggaran disiplin.


Akhirnya Polisi Kriminal ini hanya dihukum dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Bogor No. 1/Pid.C/2017 tanggal 10 Januari 2017. Polisi Kriminal ini sudah menjalani pidana penjara selama 1 (satu) bulan sejak 16 Mei 2017 hingga 15 Juni 2017 sebagai narapidana di Lapas kelas II A Kota Bogor.

Yang lebih menyedihkan lagi dan merupakan pelecehan terhadap ilmu hukum pidana dan hukum kepolisian serta undang-undang yang berlaku, Polisi Kriminal ini belum di berhentikan tidak dengan hormat atau pemberhentian tidak dengan hormat dari dinasnya di Polres Bogor. Padahal menurut Pasal 21 ayat (3) Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri jo. Pasal 12 ayat (1) huruf a PP No. 1 tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri sudah jelas bahwa terhadap anggota Polri yang telah dijatuhkan pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum maka dapat diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas Polri. Kendalanya justru ada pada Ankumnya di Polres Bogor yang tidak mau melaksanakan hukum dan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Kultur polisi yang melindungi anggota yang bersalah masih terjadi dalam kasus penulis ini dan dalam kasus-kasus lainnya.

Bila kultur Polri yang tidak profesional, nakal dan kriminal serta saling melindungi anggotanya yang bersalah dan berbuat pidana, sulit diharapkan Polisi yang PROMOTER (Profesional, Modern, dan Terpercaya). Kepercayaan masyarakat justru akan semakin menipis.

Dirgayahu HUT Polri 1 Juli 2017.

Baca juga tulisan ini :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun