Kerap kali kita kesulitan untuk menerjemahkan makna kebahagiaan didalam kehidupan. Begitu sulitnya, hingga ada masa-masa dimana manusia berbondong-bondong mencari ”pencerahan”, setelah agama dirasa kurang mengakomodir keinginan manusia untuk bebas dari kegalauan hati.
Berbagai macam metode dan upaya, dilakukan setiap orang, untuk bisa memberi warna-warni kebahagiaan dalam jejak hidupnya. Dan sebagian lagi, memilih untuk membiarkan hidup ini mengalir seperti air, meski harus diakui jujur, alam sudah seringkali menunjukkan kekuatan penghancuran maha dahsyat dari elemen tersebut.
Berangkat dari pencarian kebahagiaan, hal paling realistis yang harus disadari pertama adalah motivasi kebahagiaan itu sendiri, atau dapat disederhanakan, mengapa manusia perlu kebahagiaan?
Karena, manusia memerlukan standar nilai untuk memaknai hidupnya.
Adalah ironi, saat kita menari diatas kebahagiaan orang lain, ketimbang menahan diri demi membahagiakan sesama. Pemikiran yang timbul selanjutnya, dalam ceruk dalam antara manusia bahagia yang berbanding terbalik dengan ketidakbahagiaan, menjadi cerminan atas apa yang disebut Homo Homini Lupus (manusia adalah serigala bagi manusia lainnya).
Dulu waktu kecil, kita terbiasa puas dengan mainan tradisional ”ala kadarnya”, sekarang? Rasanya takut dibilang gegar teknologi, seandainya tidak memiliki gadget keluaran paling anyar.
Kengerian akut atas tanggapan orang lain atas jati diri kita, dan kegalauan menentukan nilai hidup, menyebabkan hilangnya identitas diri.
Tidak ada yang salah jika anda bahagia, dan jangan pernah berhenti mencari kebahagiaan, temukan dan nikmati dalam skala kewajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H