Mohon tunggu...
Joe Aldrie
Joe Aldrie Mohon Tunggu... profesional -

Advokat,Pemerhati masalah Hukum dan Sosial, Pembelajar dalam menjadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nostalgia Demokrasi

10 Juni 2014   18:48 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:24 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Baru saja pagi ini mendapatkan suguhan foto-foto masa perjuangan, daripada kawan-kawan eksponen 98, romantisme masa perkenalan dengan pergerakan dan sarat dengan wajah-wajah garang TNI (dulu ABRI) tempo itu.

Masa dikala kumpul-kumpul berorasi, menghadirkan begitu banyak macan podium, yang terbukti masih konsisten dan eksis dimasa kekinian, sementara yang lainnya tetap olah argumentasi dan pemikiran luar biasa, di celah kesibukan dalam perjuangan riil, menafkahi keluarga.

Yang terbersit dalam ingatan saya, manakala konsentrasi massa luber di seantero Jakarta, dalam hasrat sebesar-besarnya untuk memungkinkan bangsa ini menghirup hawa demokrasi yang berhembus dari seluruh pelosok benua.

Sebagai catatan, Amerika Serikat yang digadang-gadang sebagai Negara paling demokratis, baru mengalaminya pada tahun 1968 setelah Presiden Lydon B Johnson menandatangani undang-undang berbau liberal yang merupakan jawaban atas gerakan hak-hak sipil, khususnya bagi kaum kulit berwarna disana.

Bagaimana memaknai demokrasi, jelas kita haruslah cerdas, supaya tidak tersesat dalam kegalauan, hiruk-pikuk perbedaan dan parit kekosongan dalam hal menetapkan siapa calon yang pantas mengusung demokrasi dalam era kedigdayaan.

Adalah ironi, manakala perbedaan malah membuat kemandulan pola berpikir, yang berbusa-busa disebarkan, namun nihilisme dalam aksinya. Mari berbudaya demokrasi secara cerdas, supaya dalam situasi ini kita tidak gamang, agresif tak bermakna, dan tragisnya malah apatis dalam menentukan sikap politik.

Dimulai dari hidup keseharian, saya pun merenung, semoga dalam lembar coretan penuh asa dan khayal, masih ada celah kosong kutorehkan dengan tinta emas : D E M O K R A S I.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun