Industri telekomunikasi seluler mengalami perkembangan cukup pesat di Indonesia. Smartphone atau gawai sudah seperti barang kebutuhan utama dalam masyarakat Indonesia.
Industri telekomunikasi seluler yang kuat tentunya membutuhkan iklim usaha yang kompetitif karena berhubungan dengan kebutuhan hidup masyarakat. Saat iklim kompetisi sudah stabil, maka masyarakat bisa memperoleh dampak positif dari adanya keberadaan industri telekomunikasi nasional.
Salah satu hal yang sedang menjadi pembicaraan hangat adalah terkait kebijakan penentuan tarif interkoneksi. Kementerian Kominfo mendorong operator seluler untuk melakukan efisiensi dan keberlanjutan industri penyelenggaraan telekomunikasi dengan menurunkan tarif interkoneksi. Hal inilah yang menjadi perhatian utama dalam Seminar Nasional bertema “Membedah Efisiensi Tarif Interkoneksi 2017” yang diselenggarakan oleh Indonesia Techonology Forum bertempat di Crowne Hotel, Jakarta pada Selasa (7/3/2017).
Dalam sambutan melalui rekaman video, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menekankan kembali bahwa interkoneksi adalah hak pelanggan yang harus dilayani oleh masyarakat. Lebih lanjut, Direktur Telekomunikasi Ditjen PPI Kominfo Benyamin Sura mengatakan, lelang tahap kedua sedang dilakukan untuk mendapatkan verifikator independen untuk menilai besaran nilai interkoneksi yang tentu membutuhkan data-data dari operator.
Kementerian Kominfo mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 1153/M.KOMINFO/PI.0204/08/2016 tertanggal 2 Agustus 2016 yang berisi penurunan tarif interkoneksi yang secara agregat turun sebesar 26 persen dan diberlakukan untuk 18 skenario panggilan layanan seluler. Kebijakan ini tidak langsung disambut oleh seluruh operator. Ada yang pro, ada juga yang kontra.
Hingga akhir tahun 2016, kebijakan tarif interkoneksi belum juga ditetapkan hingga akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan Panja Interkoneksi untuk menyelesaikan polemik ini. Padahal jika melihat dasar hukum interkonesi yang diatur pada pasal 1 butir 16 UU 36/1999 menyatakan bahwa interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda.
Lebih lanjut dalam pasar 25 UU 36/1999 yang menyebutkan hak dan kewajiban setiap penyelenggaran jaringan telekomunikasi terkait inerkoneksi dengan penyelenggaran telekomunikasi lainnya. Melihat pasar tersebut maka interkoneksi merupakan hak bagi operator untuk meminta dan kewajiban bagi operator lain yang diminta.
Pengamat telekomunikasi, Bambang P. Adiwiyoto yang turut hadir dalam acara tersebut menyatakan sejak beberapa tahun lalu dasar yang digunakan oleh regulasi dalam menghitung interkoneksi adalah LRIC (Long Run Incremental Cost). Dengan metode ini seharusnya dilakukan penghitungan ulang biaya interkoneksi dengan berpegang pada dasar tarif operator yang paling efisien. Artinya, konsumen bisa menggugat kalau dasar yang digunakan dalam mengambil kebijakan tarif interkoneksi itu bukan dari hitungan paling efisien.
“Sebaiknya tarif interkoneksi tidak menggunakan batas bawah, tetapi menggunakan batas atas. Penurunan tarif interkoneksi nantinya akan membuat trafik atau lalu lintas telepon meningkat. Artinya, pendapatan operator tidak akan terlalu tergerus dengan penurunan tarif interkoneksi”, ungkap Bambang.
Walaupun merupakan pendapatan, namun interkoneksi tidak bisa dicatat sebagai bagian dari bisnis operator karena setiap panggilan antar operator selalu menggunakan setengah jaringan asal dan setengah jaringan operator tujuan sehingga operator asal wajib memberi bagian pendapatan kepada operator tujuan. Selain biaya interkoneksi, operator asal juga memungut tarif layanan antar penyelenggara (off-net) yang penetapan besaran antar operatornya berbeda. Tarif off-net ini memang dibuat besar untuk menggambarkan ke pelanggan bahwa panggilan antar operator jauh lebih mahal dibanding panggilan antar pelanggan (on-net).
Dengan adanya peraturan hukum tersebut, sebenarnya tidak ada alasan bagi operator untuk menolak pengaturan tarif interkoneksi karena hal tersebut menjadi bagian dari regulasi. Formula perhitungan biaya interkoneksi ini ditetapkan oleh pemerintah dan operator hanya memasukkan data yang diperlukan sesuai dengan kondisi jaringan masing-masing operator.